NYALANYALI.COM, Kisah – Anak gimbal penunggu tanah para Hyang. Berselimut dingin menyekap, bermain di tengah kabut mendekap.
Di dataran tinggi ini, dia lahir. Menjadi hadir di tempat para dewa dipercaya bersemayam. Tangisnya memecah sepi, menyusup hingga kedalaman Telaga Menjer, suara lengkingnya sampai menyisip di sela-sela batu Candi Arjuna.
Lima tahun lalu anak istimewa ini lahir. Bukan maunya dia hadir di situ. Bukan pula inginnya melanjutkan kisah lama tentang Kyai Kolodete, sesepuh negeri Dieng. Tapi dia terpilih.
Tertitiplah ia berambut gimbal sebagai penanda, bocah terpilih Kyai Kolodete. Anak istimewa yang tak semua punya. Sakit bukan kepalang saat rambut gimbal itu tumbuh ketika ia mulai bisa berjalan. Tubuhnya meradang panas di udara yang membekukan.
Rambut gimbal itu muncul. Saat itulah ia meniti hidupnya seolah raja. Seluruh permintaannya sebisanya dipenuhi bagi orangtua dan warga kampungnya. Disambut suka cita karena terberkahi kampungnya, dia simbolnya.
Sampai usianya ini, dia belum mau rambutnya dipotong, diruwat. Jika sudah begitu tak ada yang bisa memaksanya. Harus maunya sendiri ia berpisah dengan gimbalnya, harus dia yang menentukan kapan waktunya, harus ia yang memutuskan apa mahar penggantinya.
Tak bisa dicukur sembarangan tak ikut perhitungan tradisi. Bisa makin menggimbal nanti malah jadinya, susah pula bakal lepasnya. Bocah rambut gembel.
Empat ekor kambing dia sudah sebutkan. Tapi kapan waktunya ia belum tentukan. Hanya dingin berkabut di lembah Gunung Sindoro – Sumbing yang mungkin bisa memberi jawab.
Tubuh akan kembali panas. Panas yang bukan main meski udara dingin tak berkesudahan di sekitarnya. Sebelum rambut gimbalnya hilang sebagai mahkotanya.
Dia bernama Al-amin Budianto. Nama yang telah berasimilasi, bukan nama leluhurnya yang tumbuh dari bumi Sang Hyang. Kyai Kolodete, penunggu Dieng.
Bocah itu menatapku terus memberikan senyumnya. Sekilas aku melihat wajah seorang tua di mukanya. Bermata teduh, berambut gimbal, tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Aku memberikan salam dalam hati.
Kabut kembali menyusup. Damai di puncak Dieng. Misteri yang lestari.
2 Agustus 2017
S. DIAN ANDRYANTO
Penulis #sayabelajarhidup