NYALANYALI.COM, Jakarta – Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto meminta Indonesia Corruption Watch (ICW) tak membuat gaduh. Hal itu terkait pelaporan Ketua KPK Firli Bahuri atas dugaan gratifikasi Rp 141 juta dalam penyewaan helikopter. ICW juga diminta tak menyeret Polri dalam kasus tersebut karena Polri saat ini fokus kepada penanganan dampak kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional dan investasi,”.[1]
LBH Jakarta mengecam sikap janggal dan tidak profesional Kabareskrim Polri terkait laporan ICW terhadap dugaan gratikasi ketua KPK yang juga anggota polisi aktif Komjen Firli Bahuri. Tidak semestinya Kabareskrim sebagai representasi Kepolisian RI buru buru menolak laporan ICW, apalagi menyudutkan ICW membuat gaduh. Pernyataan tersebut tidak mencerminkan sikap profesionalisme aparat penegak hukum sebagai pelayan Publik. Hal ini didasarkan pada:
- Laporan terhadap Komjen Firli Bahuri adalah bentuk partisipasi warga dalam pemberantasan korupsi dan hak warga negara untuk mendorong penegakan hukum terhadap dugaan tindak pidana gratifikasi. Soal penyelidikan dan penyidikan sebuah peristiwa yang diduga tindak pidana jelas menjadi tugas dan kewenangan kepolisian sesuai dengan UU Kepolisian dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). berdasarkan Pasal 108 (1) KUHAP:
“Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis. “
- Kepolisian tidak boleh menolak Laporan mengenai suatu dugaan tindak pidana:
Berdasarkan Pasal 103 KUHAP:
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu;
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyelidik;
Berdasarkan Pasal 106 KUHAP:
“Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan.”
Berdasarkan Pasal 13 ayat (2) huruf (a) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, setiap anggota Polri dilarang:
“menolak laporan atau pengaduan dari masyarakat tanpa alasan yang sah.”
- Menolak pelaporan karena fokus dalam penanganan dampak kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional dan investasi adalah alasan yang tidak dapat diterima karena pemberantasan korupsi (gratifikasi) justru akan mempercepat pemulihan dampak kesehatan dan ekonomi akibat pandemic covid 19. Oleh karena itu mestinya menjadi prioritas. Terlebih penegakan hukum tidak boleh tebang pilih;
- Pemeriksaan dan Persidangan Pelanggaran Kode Etik terhadap Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri terkait tindakannya yang menyewa helikopter saat berpergian dengan istri dan dua anaknya untuk perjalanan pribadi yaitu dari Palembang ke Baturaja dan sebaliknya pada Sabtu 20 Juni 2020 dan dari Palembang ke Jakarta pada Minggu, 21 Juni 2020 sudah diputus oleh Dewan Pengawas dengan hukuman etik berupa teguran tertulis II yaitu agar Firli tidak mengulangi perbuatannya dan sebagai Ketua KPK senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan menaati larangan dan kewajiban yang diatur dalam Kode Etik dan pedoman perilaku KPK. Namun, perbuatan pidananya belum diproses sehingga laporan ICW terkait dugaan gratifikasi yang dilakukan oleh Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri merupakan proses yang terpisah dari Pemeriksaan dan Persidangan Pelanggaran Kode Etik yang menjadi wewenang Dewan Pengawas KPK;
- Menyatakan Polri tidak mau ditarik-tarik dan akan mengembalikan laporan ke internal KPK (Dewas KPK) jelas keliru, karena yang dilaporkan ke Kepolisian adalah dugaan tindak pidana gratifikasi yang dilakukan oleh Komjen Pol Firli Bahuri bukan soal kode etik yang dapat diselesaikan internal atau dewan pengawas KPK. Sekali lagi, Pengusutan sebuah dugaan tindak Pidana adalah tanggungjawab kepolisian RI, perintah undang-undang. Terlebih setelah revisi UU KPK melalui UU No.19/2019, perkara korupsi dengan nilai dibawah 1 Milyar kewenangan penyelidikan dan penyidikan diserahkan ke Kepolisian. Dengan demikian sudah tepat ICW melaporkan kekepolisian RI, hal ini menunjukkan Kabareskrim tidak bisa membedakan tindak pidana dan pelanggaran etik;
- “Penolakan” oleh Kabareskrim sangat prematur dan tidak berdasar karena dalam dalam KUHAP tidak dikenal penolakan laporan warga negara, yang ada adalah Penghentikan Penyedikan (SP3) jika memang setelah dilakukan penyelidikan dan penyidikan tidak ditemukan alat bukti yang cukup terkait dugaan tindak pidana. Apalagi, mestinya setelah menerima laporan penyelidik wajib segera melakukan penyelidikan yang diperlukan. Apa ini sudah dilakukan ?. Jangan sampai karena yang dilaporkan adalah Polisi Aktif dengan pangkat Komjen yang saat ini menjadi ketua KPK, kemudian laporan masyarakat bisa langsung ditolak dan diabaikan. Hal ini merujuk pada ketentuan dalam Pasal 102 (1) KUHAP Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan;
- Tindakan Kabareskrim yang menolak Laporan Dugaan Tindak Pidana merupakan bentuk Pelanggaran Etik, Berdasarkan Pasal 15 huruf (a) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, setiap Anggota Polri dilarang:
“menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau laporan dan pengaduan dari masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya.”
Berdasarkan uraian di atas, LBH Jakarta mendesak:
- Kepolisian RI untuk independen dan profesional dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya untuk menegakkan hukum dan keadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- Kapolri untuk menegur dan mengevaluasi sikap tidak profesional Kabareskrim sesuai dengan aturan yang berlaku;
- Kepolisian RI untuk segera menindaklanjuti laporan dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana gratifikasi Ketua KPK, Komjen Pol Firli Bahuri;
- Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia segera memeriksa dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Kabareskrim karena menolak laporan dugaan tindak pidana.