NYALANYALI.COM, Kisah – “Kalau lehernya belum pernah ditempeli golok atau ditodong pistol, belum layak jadi hero. Aku sudah tiga kali ditodong pakai kelewang. Pernah hampir ditembak. Taruhan nyawa. Aku tak gentar. Kuhadapi semua. Selama benar, ngapain takut?” kata Willie Sembiring, petani kopi asal Karo, saat ditemui di Kafe Partner8 di Jalan Setia Budi, Tanjung Sari, Medan, tempo hari.
Banyak kejanggalan ditemuinya saat ia nekat terjun ke bisnis perkopian. Mulai dari banyaknya petani kopi yang miskin, hingga permainan jahat kelompok pengusaha dan investor. “Masakan petani tak bisa jadi eksportir? Kalau petani kopi bersatu, kopinya bisa ratusan ton, apa nggak bisa jadi eksportir?” gerutunya mengingat permainan jahat yang mencekal para petani jadi eksportir.
Lelaki asal Desa Ajijahe, Karo ini bercerita banyak tentang kiprahnya membantu para petani kopi di desa-desa. Tapi ia kerap dibenci, dimusuhi dan dijelek-jelekkan orang atau pengusaha lain. Padahal, menurut Willie, ia hanya menyuluh petani tentang cara membudidayakan, mengolah dan memasarkan kopi secara benar dan efektif, agar memberi keuntungan besar bagi petani kopi itu sendiri.
Willie menyaksikan kejahatan terselubung dalam lingkaran bisnis kopi begitu luar biasa. Orang-orang punya kuasa dan investor tertentu, sadar atau tidak, telah memiskinkan para petani kopi. “Salah satu yang memusuhiku adalah penyuplai bahan kimia untuk pertanian. Mereka merasa dirugikan karena kuajari para petani kopi memakai pupuk kandang,” ia menimpali.
Willie juga membeberkan, banyak penampung kopi di Tanah Karo itu ternyata investor dari luar negeri. Para investor inilah yang mendulang untung besar tapi tidak memperhatikan nasib petani kopi. Sehingga Willie pernah berontak habis-habisan. Ia tak terima harga kopi dari petani anjlok hingga ke angka Rp 14 ribu.
“Sementara kalau kuolah kopi itu jadi greenbean bisa kudapat Rp 100 ribu. Jadi hitung-hitungannya, banyak kali mereka curi uang itu. Wah, ini enggak benar. Ngomel terus aku. Akhirnya naik harga kopi jadi Rp 27 ribu. Petani senang. Mereka mendukungku. Tapi hari itu juga, banyak kali serangan samaku,” katanya.
Satu kesan paling memuakkan, menurut Willie, ketika efek meletusnya gunung Sinabung, Pemkab Karo berikhtiar meningkatkan taraf perekonomian petani kopi. Waktu itu, Willie didapuk jadi ketua asosiasi petani kopi. Ia terpilih secara aklamasi. Saat itu, harga kopi sekitar 13 ribu ke 14 ribu rupiah.
Willie mengungkapkan, banyak bantuan mengalir ke Karo. Bantuan bagi pengungsi terdampak erupsi Gunung Sinabung. Duit bertebaran. Tapi tak jelas juntrungannya. “Banyak katebelece. Aku enggak suka. Surat asosiasi pun sampai dipalsukan,” ujarnya.
Menurut Willie, asosiasi tersebut sudah tidak sehat. Arah orientasi organisasi telah bergeser, bukan lagi pro petani. Sehingga dari pada menjadi batu sandungan bagi petani yang dibelanya, Willie memilih hengkang dari asosiasi. Ia meyakini, tanpa asosiasi pun, dirinya bisa berbuat lebih banyak lagi ke petani. “Aku putuskan keluar dari asosiasi. Itulah awalnya aku memulai penyuluhan ke petani,” bebernya.
Sejak hengkang dari asosiasi petani, Willie menerima banyak permintaan untuk menyuluh dari petani. Kesempatan ini dimanfaatkannya semaksimal mungkin untuk menolong para petani untuk berhasil. “Aku ajari mereka mulai dari bagaimana budidaya kopi, pengolahan hingga penjualan. Itu sederhana sekali. Ada beberapa desa sudah berhasil. Keberhasilan itu kedengaran sama yang lain, jadi mereka meminta aku menyuluh mereka,” ujar Willie, menjelaskan.
Kabar baiknya, para petani yang disuluh itu pun berhasil dan akhirnya mandiri. Para petani ini kemudian gencar mempromosikan kopi mereka via media sosial. Tanpa disadari, nama Willie turut ikut bertambah tenar. “Bonusnya, aku pun makin sering diundang orang ke mana-mana untuk bicara tentang kopi,” katanya.
Willie mengaku telah menyuluh ratusan petani kopi yang tersebar di berbagai daerah, mulai dari Karo, Tapanuli, Lampung, Jawa Barat, Bali hingga Lombok. Ia dikenal orang karena kiprahnya yang gemilang. Bertahun-tahun ia bekerja keras menolong petani kopi.
Lelaki berjuluk ‘si Gondrong’ ini memang awalnya hanya seorang peternak sapi. Peternakannya semi modern. Ada lahan hijau terbentang luas, kandang permanen dari beton, ada kendaraan pengangkut sapi serta mesin. Ia nekat kuliah di IPB khusus bidang peternakan selama beberapa bulan untuk membangun bisnis peternakan sapinya.
Kala itu, sapinya sebanyak 60-an ekor. Sehat dan montok. Ukurannya setengah ton seekor. Kotoran sapinya banyak. Selain itu, Willie juga bertanam jeruk di ladangnya. Namun usaha ternak sapinya mulai bangkrut. Biangnya, ladang rumput rusak akibat terpapar awan panas dari erupsi Sinabung. Semua sapinya dijual. “Waktu itu aku nggak berharap dari jeruk. Aku punya perkiraan, jeruk ini nggak akan menghasilkan,” kata dia, menduga-duga.
Namun, dari pada ladang jeruknya telantar, iseng-iseng Willie menanam kopi diantara batang jeruknya. Ia memanfaatkan semua kotoran sapinya ke tanaman kopi. Tak dinyana,, kotoran sapi itu membantu kopinya tumbuh sehat dan berbuah lebat. “Saat itu, ada orang ngajak bikin asosiasi kopi. Terus ngeposting foto-foto aku, ladang kopi aku yang buahnya wah banget ke medsos. Itu awalnya kenapa ladang kopiku jadi terkenal,” ia menerangkan.
Willie pun mengiyakan ikut bangun asosiasi. Ia dipanggil Bupati Karo. Di kantor bupati, Willie berdiskusi dengan pakar-pakar kopi di Tanah Karo. Dalam hati, Willie mengecam pertemuan itu karena dianggap tak produktif dan buang-buang waktu. “Menurut aku, (pertemuan) itu omong kosong. Hanya bacot. Kumpul berdiskusi tapi enggak ada eksekusi. Barangnya juga enggak kelihatan. Aku enggak suka yang begitu,” gerutu Willie. Ia memukul-mukul meja dengan kepal demi meluapkan kekesalannya.
Dendam dengan pertemuan yang tak produktif itu, Willie pun main tunggal. Ia makin serius mengembangkan ladang kopinya. “Terus aku mainkan sendiri kopiku. Kuolah, kuproses jadi greenbean. Ku-sounding-kan ke Jakarta, ke pemain-pemain kopi. Main sendiri aku. Aku terbang ke mana-mana untuk sounding. Ternyata, kopiku dapat respon. Kata kawan-kawan, ‘Wil, kopimu keren.’ Mantap!'” imbuhnya.
Willie wara-wiri ke berbagai pelosok Nusantara hanya untuk menyuluh petani kopi. Kopi telah menambah panjang rangkaian perjalanan Willie sekaligus mempertemukannya dengan berbagai macam karakter petani serta berbagai latar budaya.
DEDDY GUNAWAN HUTAJULU
Buku #sayabelajarhidup ke-9 Nusantara Berkisah 01 (2018)