NYALANYALI.COM – Saya sering mendapat surat dari mantan. Secara saya punya mantan yang jumlahnya ribuan yang tersebar di seluruh pelosok, setidaknya di Jabodetabek.
Ada yang sekedar menyapa dan menanyakan kabar.
Ada yang minta diajak/ diundang reuni supaya bisa ketemu dan makan bersama.
Untuk yang ini saya tidak bersedia, karena seharusnya sebagai mantan yang mengundang/ mengajak saya ketemuan dan makan bersama.
Kalau saya yang mengundang, secara otomatis saya yang harus bertanggungjawab atas semua biaya, sementara saya tidak punya keperluan apa-apa dengan para mantan, dan bagi saya ini sangat memberatkan.
Ada yang pinjam uang, karena sedang banyak pengeluaran sementara belum gajian. Jadi setelah gajian nanti dibayar.
Belum juga dibayar pinjamannya tiba-tiba mengirimkan model sepatu roda, dia minta dibelikan buat anaknya.
Dan yang ini saya jelas tidak berkenan. Hubungan guru dan murid terjadi ketika masih ada hubungan belajar di kelas.
Ketika sudah dewasa sudah menjadi mantan, seharusnya sudah bisa hidup masing-masing.
Tidak usahlah memberi hadiah buat guru yang pernah bertemu di kelas , tapi setidaknya jangan berhutang apa lagi minta dibelikan mainan yang tidak berfaedah buat anaknya.
Buat cucu sendiri saja saya tidak membelikan mainan macam itu, apa lagi ini buat anaknya mantan.
Tengah malam ini ada mantan yang mengirim inbox mau pinjam uang buat makan.
Saya ingat sekali bagaimana kondisi anak ini di kelas. Anak yatim yang hidup serba kekurangan dan ketika itu nakalnya minta ampun. Tahun pertama tidak naik kelas, tahun ke dua tetap menjadi perwalian saya.
Untuk menyemangati sekolahnya, dia saya dudukan di bangku paling pojok di urutan paling depan. Jadi setiap saat dalam pengawasan. Setiap ada tugas, dia saya panggil duluan dan saya juga minta kepada guru lain untuk melakukan hal yang sama.
Saya juga memperlakukan dia berbeda dengan murid yang lain. Saya bawakan nasi untuk makan siang atau ketika saya tanya dia belum makan, saya suruh makan di kantin nanti saya yang bayar.
Akhirnya anak ini melembut hatinya dan berubah menjadi lebih tenang.
Ketika di rumah ibunya kewalahan , anak ini diusir. Cara mengusirnya unik sekali
“Sana, kau pergi dari rumah. Pergilah ke rumah Bu Nuning, jadilah anaknya supaya kamu tau rasanya ikut orang lain !”
Ternyata ampuh!
Sejak itu menjadi anak yang patuh kepada ibunya.
Suatu hari, ketika sudah sekolah di SMK saya melihat dia gelantungan di pintu angkot. Saya kasih lambaian tangan agar masuk atau turun saja dari angkot karena sangat bahaya. Dan dia menurut.
Lain kesempatan , dia menggelantung juga di pintu angkot. Ketika itu jalan agak macet. Saya lihat dia menggebrak angkot sambil berteriak.
“Bang! Tunggu bentar, gue mau turun!”
Anak ini turun dari angkot dan berlari menyeberang untuk menyapa dan mencium tangan tangan saya kemudian berlari lagi melanjutkan naik angkotnya.
Dan malam ini dia mengirim surat mau pinjam uang sekedar untuk makan, sebelum gajian tiba.
Sebagai gurunya, saya trenyuh dan terharu. Saya yakin dia pasti dalam keadaan yang sangat terpaksa sehingga menghubungi mantan gurunya di SMP , dulu.
Hidup ini memang keras Nak, berjuanglah lebih keras agar kamu berhasil melewati semua rintangan hidup.
Semoga kamu mendapat keberuntungan di mana pun kamu berada.
NUNING INDRIASTUTI SUDARMO