NYALANYALI.COM, Kisah – Rindu Sukrasana pada kangmasnya, Bambang Sumantri. Bertahun ia tak jumpa. Bukan tak bisa jumpa, tapi tak bisa ia langgar janji untuk bersua.
Sukrasana buruk rupa. Tak ingin sungguh ia seperti itu, tapi itulah takdirnya. Buto bajang, raksasa berwujud kerdil ada padanya. Meski kesaktiannya sulit ditandingi, tapi wajah penuh cela ada pada dirinya.
Ketika kangmasnya, Sumantri mendapat tantangan bisa memindahkan Taman Sriwedari di Kahyangan ke Kerajaan Maospati, hanya karena kemampuan Sukrasana lah itu bisa ditunaikan. Sumantri dapat pangkat tinggi. Sukrasana tetap tinggal di kampung halaman, jauh di pedalaman.
Sumantri menjanjikan akan sering menjenguk adik tak sempurna wujudnya itu. Sumantri meminta Sukrasana tak menyusulnya ke Kotaraja. Diam-diam saja di kampungnya. Apa kata orang, pejabat tinggi tampan rupawan itu punya adik buruk rupa kampungan pula.
Sukrasana menepati janji. Sumantri tak pegang janji.
Bertahun Sumantri tak datang menemui Sukrasana. Hingga rindu Sukrasana tak bisa ditahankan lagi. Pergilah ia ke Kotaraja, sepanjang hidupnya, sekali ini ia melanggar janji pada akhirnya. Tak ada kabar dari kangmasnya begitu lama, ia khawatir ada apa-apa dengan saudara kesayangannya itu.
Di Taman Istana, para puteri menjerit, berlari lintang pukang melihat sosok raksasa kerdil, buto bajang, buruk rupa. Kekacauan terjadi. Tak ada satupun prajurit yang bisa mengalahkan Sukrasana. “Mana kangmasku,” itu saja yang diucapkannya.
Hingga Sumantri muncul. Kakak dan adik itu bertemu. Berhadapan. Sukrasana riang wajahnya, bertemu abang tercintanya. Sumantri dilema dirinya, ingin memeluk adiknya di sisi lain ia memperhitungkan apa kata orang bahwa makhluk menakutkan itu adalah adik kandungnya.
Sumantri meminta Sukrasana pulang. Tapi adiknya itu bergeming. “Aku ikut kangmas Sumantri,” katanya, merengek-rengek. Sumantri mengeluarkan panahnya, senjata cakra andalannya untuk menakuti Sukrasana.
Sukrasana tak gentar. Ia tetap ingin bersama kakaknya, hingga tak sengaja terlepas senjata sakti itu mengenai Sukrasana. Tewas seketika.
Sumantri memeluk adiknya setelah tak bernyawa. Sesalnya tak bisa dibayar dengan apapun juga.
Terbayanglah semua kisah hidupnya bersama Sukrasana adik semata wayangnya, bahkan posisi yang ia dapatkan hari ini karena bantuan Sukrasana. “Betapa celakanya aku,” teriak Sumantri, mengutuk dirinya sendiri.
Bumi gelap seketika, matahari meredup. Angin tak berdesir. Air berhenti mengalir. Suara satu pun tak ada. Semua menjadi saksi, tentang janji yang diingkari.
25 Oktober 2018
S. DIAN ANDRYANTO
Penulis #sayabelajarhidup