Kisah Seorang Guru di Mei Kelam 1998

NYALANYALI.COM, Kisah – Bulan Mei tahun 1998 merupakan masa kelam. Saat itu terjadi kerusuhan, penjarahan, bahkan pemerkosaan di ibukota Jakarta. Salah satu kisah kasih di masa itu tentang seorang guru, alm. Petrus Stephanus Sudijono, ia adalah ayahku.

Ayahku adalah seorang guru menggambar. Terakhir ia mengajar di Yayasan Tarsisius, Jakarta Pusat.  Ayah sangat dekat dengan murid-murid nya. Dari mulai TK sampai SMA. Di TK, saat murid menangis Ayah tak segan untuk menggendong dan menenangkannya sampai tangisannya berhenti. Di SD, ayah bisa mengalahkan anak yang terkenal sangat aktif dan dicap nakal oleh teman-temannya. Tetapi dengan Ayah, anak itu menurut. Di SMA, beberapa murid yang suka curhat atau bercerita masalah pribadinya dengan ayah. Begitulah ayah, sangat dekat dengan anak-anak didiknya.

Satu yang aku kagumi dari Ayah, ia selalu dekat dengan anak didiknya, tidak hanya di dalam kelas, tetapi juga secara personal. Hingga Ayah sempat menjadi guru favorit di sekolahnya. Senangnya aku waktu kecil. Jika kenaikan kelas tiba, Ayah membawa berbagai hadiah dan makanan, tanda cinta dari anak didiknya.

Sepulang mengajar, biasanya ayahku memberikan les privat kepada muridnya yang tersebar di wilayah Jakarta. Ayahku sering mengantarkan murid-murid nya ke berbagai lomba melukis hingga menjadi juara. Dari situlah, banyak yang tertarik untuk les melukis secara pribadi.

Suatu hari di bulan Mei tahun 1998. Seperti biasa, sepulang mengajar, Ayah memberikan les privat. Kali ini salah satu murid kelas 3, sebut saja Lanny (bukan nama sebenarnya), yang tinggal di apartemen daerah Sunter, Jakarta Utara.

Ketika les,  di sana hanya ada Lanny, Ayah dan seorang asisten rumah tangga, karena kedua  orangtua Lanny bekerja.

Telepon rumah berdering. Asisten rumah tangga langsung memberikan telepon ke Ayah. Ternyata telepon dari ibu Lanny. Suaranya panik. Meminta tolong untuk mengeluarkan Lanny dari apartemennya karena di luar katanya kondisi sudah kacau.

Ayah langsung melihat dari luar jendela. Benar saja, rusuh tampak di luar sana. Massa sudah merusak beberapa bagian apartemen. Ia berusaha sebisa mungkin untuk membawa Lanny dan asisten rumah tangganya keluar dari sana.

Ayahpun memberanikan diri membuka pintu. Suasana di luar sudah tidak terkendali. Lantai apartemen, dan juga pintunya  banyak yang rusak. Kaca-kaca pecah berserakan. Darah dimana-mana.

Ayah berjalan sambil berdoa di dalam hati. Terus berjalan sambil menggendong Lanny dan menggandeng asisten rumahtangga itu. Ayah berhasil melalui jalan tersebut sampai ke parkiran. Ia langsung menjalankan Vespa tuanya ke sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat. Ia, Lanny, dan asisten rumahtangga itu berhasil selamat dari situasi kacau itu.

Sesampainya di hotel, ibu Lanny berterima kasih kepada Ayah, dan menyampaikan akan membawa Lanny sementara untuk tinggal bersama kerabatnya di Singapura.

Ayah pun pamit pulang. Suasana kota begitu mencekam. Namun ayah tetap memberanikan diri mengendarai Vespanya sampai rumah.

Di rumah kami, yang terletak di wilayah Jakarta Timur, kondisi cukup aman, kepada kami, Ayah menceritakan bagaimana ia menyelamatkan Lanny.

Sungguh pengorbanan seorang guru yang luar biasa hebat dan tulus. Tak hanya mengajar, namun nyawa pun siap jika harus dikorbankan. Semoga masih ada sosok yang tulus seperti Ayah. Tak hanya mengajar, tetapi juga dekat secara personal dan rela berkorban untuk anak didiknya.

ARNELIA TRIWARDINI

Bagikan :

Advertisement