Stensilan Enny Arrow Lebih Mahal Ketimbang Nick Carter

NYALANYALI.COM – β€œπ‘π‘Žπ‘“π‘Žπ‘  π‘˜π‘’π‘‘π‘’π‘Žπ‘›π‘¦π‘Ž π‘ π‘Žπ‘›π‘”π‘Žπ‘‘ π‘šπ‘’π‘šπ‘π‘’π‘Ÿπ‘’. π‘ƒπ‘’π‘™π‘’π‘˜-π‘π‘’π‘™π‘’π‘˜π‘Žπ‘› π‘‘π‘Žπ‘›π‘”π‘Žπ‘› π‘˜π‘’π‘˜π‘Žπ‘Ÿ π΅π‘’π‘‘π‘–π‘šπ‘Žπ‘› π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘šπ‘’π‘™π‘Žπ‘›π‘¦π‘Ž π‘šπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘šπ‘Žπ‘  π‘π‘Žπ‘›*** π‘šπ‘œπ‘›π‘‘π‘œπ‘˜ 𝑅𝑖𝑛𝑖, π‘˜π‘–π‘›π‘– π‘π‘’π‘Ÿπ‘π‘–π‘›π‘‘π‘Žβ„Ž π‘˜π‘’ π‘™π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘›π‘›π‘¦π‘Ž π‘ π‘’π‘šπ‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘Ÿπ‘Ž π‘šπ‘’π‘™π‘’π‘‘π‘›π‘¦π‘Ž π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘ π‘Žβ„Žπ‘Ž …….” π‘‘π‘Žπ‘™π‘Žπ‘š “π‘†π‘’π‘π‘Žπ‘›π‘Žπ‘  π΅π‘Žπ‘Ÿπ‘Ž” π‘˜π‘Žπ‘Ÿπ‘¦π‘Ž 𝐸𝑛𝑛𝑦 π΄π‘Ÿπ‘Ÿπ‘œπ‘€.

Dalam sebuah seminar yang diikuti peserta yang sebagian besar berasal dari generasi 1980-an, seorang pembicara di akhir sesi pembahasan bertanya: “Any questions?” Tak ada satupun peserta yang bereaksi apalagi bertanya. Sang pembicara pun melanjutkan kalimat dengan nada tanyanya: “Enny Arrow?” Sontak hampir seluruh peserta bereaksi tertawa terpingkal-pingkal.

Laki-laki atau perempuan sama saja, kayak yang geli-geli gimana gitu dengar Enny Arrow. Generasi milenial mungkin mengira mereka gila. Padahal tidak. Mereka waras. Cuma pikiran mereka saja yang cabul.

Merekalah, jangan munafik, yang di eranya melahap buku-buku stensilan secara sembunyi-sembunyi. Selain Enny Arrow dan Nick Carter tercatat ada nama Fredy S. dan Abdullah Harahap yang mengemas cerita stensilan bertemakan horor. Jangan memandang sebelah mata. Menulis dengan gaya seperti ini susahnya minta ampun, Bos. Enny Arrow yang nama aslinya Enny Sukaesih Probowidagdo ini bahkan belajar ke Amerika Serikat untuk bisa menulis gaya seperti ini, dikenal dengan Steinbeck.

Kompetitor Enny Arrow tak lain adalah Nick Carter yang pertama kali terbit di AS pada 1964 dan dibawa masuk serta diterjemahkan dalam bahasa Indonesia era awal 1980-an. Nick Carter bercerita tentang petualangan seorang detektif alias agen rahasia asal AS.

Selain kisah petualangan, novel itu dibumbui kisah asmara para tokohnya. Bahkan ketika masuk ke Indonesia, cerita petualangan sang detektif malah menjadi cerita yang tidak terlalu penting. Orang justru membayangkan adegan lainnya.

Sementara yang tak kalah hebohnya di Indonesia pada saat itu adalah stensilan Enny Arrow. Maka tak sedikit yang menyangka Enny Arrow juga orang Amerika. Padahal bukan. Nick Carter-lah yang bikinan orang Amerika dan Enny Arrow asli Indonesia. Karya-karya Enny Arrow tak kalah panas dengan Nick Carter. Malah karya Enny Arrow tidak menghadirkan satu cerita yang jelas. Murni mengusung format khayalan asmara yang vulgar.

Bahkan kalau mau membandingkan dengan Nick Carter, porsi “panas” Enny Arrow lebih banyak, sekitar 40-50 persen dari isi buku. Sementara Nick Carter maksimal cuma 20 persen. Makanya, iseng lihat harga stensilan bekas Enny Arrow di beberapa toko online dan membandingkannya dengan Nick Carter, ternyata Enny Arrow jauh lebih mahal. Nick Carter dibanderol cuma belasan ribu perak, Enny Arrow bisa ratusan ribu perak.

Stensilan Enny Arrow “Perawan Pingitan” termasuk yang langka dan paling dicari, harganya di atas Rp 300.000, lalu “Dosa Siapa” Rp 450.000-an, “Mahkota yang Hilang” Rp 500.000, dan ada juga yang menjual borongan dengan harga jutaan perak. Bukan main!

DEDDY H PAKPAHAN

Bagikan :

Advertisement