Rumah Inklusif: Aksi Keprihatinan dan Doa, Menolak Kekerasan Seksual

NYALANYALI.COM – Ada banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi di tahun 2021. Kasus terakhir, yang menghebohkan masyarakat Indonesia, adalah kasus yang terjadi di Bandung, Jawa Barat. Seorang yang disebut-sebut seorang guru ngaji memperkosa para santriwatinya, hingga puluhan mereka mengandung dan melahirkan anak.

Kasus kekerasan seksual  yang terjadi di Bandung Jawa Barat hanyalah salah satu kasus yang mencuat di media. Di luar sana, masih banyak kasus serupa, yang hanya jadi berita kecil dan tidak viral, atau malah tidak ada beritanya sama sekali.

Berkait dengan kasus kekerasan seksual seperti tersebut di atas, kita semua –orang-orng yang masih waras– tentu prihatin. Memang, ada banyak faktor yang memungkinkan kejadian  itu, namun apapun faktornya kejadian semacam itu tidak bisa dibenarkan secara moral dan agama. Secara moral memperkosa adalah tindakan yang tidak dibenarkan. Sedang dalam perspektif agama, tindakan pemerkosaan jelas perbuatan dosa.

Rumah Inklusif, sebuah komunitas keluarga disabilitas di Kebumen, Jawa Tengah, merasa terpanggil untuk ikut menyuarakan penolakan terhadap kekerasan seksual yang terjadi di manapun, tidak saja yang terjadi belakangan di berbagai daerah tetapi juga untuk masa depan. “Karena jelas, kekerasan seksual tidak hanya melanggar hak orang lain, terutama perempuan yang menjadi korbannya. Apalagi bila korbannya adalah seorang dengan kebutuhan khusus (difabel),” kata Muinatul Khoiriyah, Ketua Rumah Inklusif, Kebumen.

Rumah Inklusif menyelenggarakan aksi keprihatinan dan doa untuk menolak praktek kekerasan seksual di manapun, sekaligus untuk mendoakan para korban sebgai bentuk dukungan moril. Acara tersebut  dilaksanakan pada 26 Desember 2021 di Joglo (Rumah) Inklusif Kebumen.

Aksi keprihatinan dan doa tersebut dihadiri para keluarga disabilitas di rumah inklusif, difabel dari beberapa komunitas lain seperti ITMI Kebumen serta Bina Akses Kebumen. Selain itu, kegiatan ini pun dihadiri para mahasiswa serta peserta umum. Hadir dalam acara tersebut sekitar 60-an orang.

Acara Aksi Keprihatinan diisi dengan berbagai sub acara, diantaranya baca puisi oleh seorang disabilitas, sebuah puisi penolakan akan kekerasan terhadap perempuan. Pembacaan buku harian seorang disabilitas, yang menceritakan tentang pengalaman mereka menjadi disabilitas yang selama sepuluh tahun mengalami kekerasan. Juga, kesaksian oleh seorang perempuan/ibu yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dikarenakan si ibu tersebut memiliki anak disabilitas.

Selain acara tersebut, acara Aksi Keprihatinan juga diisi sub acara berupa  Fashion Show Batik Pegon. Batik Pegon adalah batik karya difabel dan keluarganya di Rumah Inklusif. Batik Pegon mempunyai banyak edisi, dan setiap edisi coraknya merupakan cerita tentang pengalaman kehidupan para disabilitas. Fashion Show tersebut menampilkan Batik Pegon Edisi Anti Kekerasan, yang bernama Edisi Pangastuti.

Batik Pegon Edisi Pangastuti dibuat di awal masa pandemi 2019. Kemunculan edisi tersebut merupakan respon atas tindakan pembulian dan kekerasan yang dialami oleh difabel dari lingkungan sekitarnya. Degan Batik Pegon Edisi Pangastuti, Rumah Inklusif menyerukan agar tindakan kekerasan, terutama kepada perempuan dan anak-anak, terutama mereka yang difabel diakhiri. Dunia tidak akan pernah damai manakala aksi kekerasan masih saja terjadi.

Selain Itu, acara Aksi Keprihatinan ini juga ditutup dengan doa bersama. Doa oleh Muslim diwakili oleh bapak Agus Salim Chamidi, MPDi, dari IAINU Kebumen; sedang oleh kalangan non Muslim diwakili oleh Ibu Pendeta Dewi Ratna dari Gereja Persekutuan Kristen Jawa Kebumen.  Doa bersama untuk meminta kepada Tuhan yang maha esa agar kekerasan tersebut tidak lagi terjadi di masa depan.

Bagikan :

Advertisement