KOSONG-KOSONG…

NYALANYALI.COM Kisah – Keriuhan Lebaran perlahan menjauh. Hiruk pikuk rutinitas kembali lagi. Ini menggedor kesadaran bahwa setiap keriaan pasti ada akhirnya. Setiap masa ada habisnya. Tidak ada yang abadi dalam genggaman selamanya. Senyaman apapun itu. Sehebat apapun usaha mempertahankannya. Akan selesai, cepat atau lambat!


Bukan saja tentang hari-hari Idul Fitri, juga tentang jabatanmu, kemewahanmu, harta benda kebanggaanmu, bahkan kehidupan kita pasti akan ada tenggatnya. Pesta pasti ada akhirnya dan cuti pun ada batasnya. 

Lebaran kemudian menjadikan hari baru, bukan secara almanak saja, tapi secara batiniah. Kembali ke kesucian hati, Idul Fitri. Meyelesaikan dengan sempurna itulah yang dimaksud dengan kata lebaran. Setelah puasa sekadar manahan lapar dan dahaga, maka naik kelas untuk memerangi dan mengendalikan nafsu dalam diri sendiri.

Banyak orang berujar “kosong -kosong” seusai lebaran, memaknainya segala kesalahan sudah dibayar dengan saling memaafkan, impas. Meskipun tak sedikit yang beraninya meminta maaf menunggu lebaran datang padahal salah sudah menggunung di panggulnya. 

Sesungguhnya, “Kosong adalah isi, isi adalah kosong”. Yang terasa kosong karena proses maaf memaafkan itu, sesungguhnya penuh isi kedamaian dan mensucikan rasa diri. 

Yang terasa isi karena saling memaafkan itu bisa sesungguhnya kosong belaka karena maaf tak muncul dari hati, mengulurkan tangan tapi benci iri dengki jahat pikiran dan hati tak disuruh pergi. Banyak yang sudah disalami dan disilaturahmini tapi bukan karena ingin bebersih hati. Nol besar pontennya. 

Tabula rasa (kosong dalam bahasa Latin), John Locke, filosof abad ke-17 menjelaskan tentang pikiran manusia terlahir seperti kertas kosong, sama semua, pengalamanlah yang kemudian membuat pengaruh terhadap kepribadian, perilaku sosial dan emosional, serta kecerdasan. Ternyata, kita sendiri yang membuat kosong itu menjadi isi, yang kadang tak sesuai nilai-nilai yang kita anut.

Kosong atau nol dalam bahasa Sansekerta, dipopulerkan oleh al-Khawarizmi, seorang ilmuwan Muslim terkenal. Dia memperkenalkan angka nol melalui karyanya yang monumental Al-Jabr wa al-Muqbala atau yang lebih dikenal dengan nama Aljabar. Nol yang semula ruang hampa tanpa bentuk ini, menjadi sebuah bilangan yang paling dominan, berapapun dikalikan nol akan nol akhirnya. 

Sehebat apapun manusia akan hampa ujungnya. Menjadi tiada pada akhirnya. Nol! 

Mudah mengucapkan kosong-kosong, memang. Semudah komentator sepak bola, karena ia tak bermain di dalamnya. 

Sudahkah ini hari melangkahkan kaki setelah membasuh hati dalam puasa dan lebaran, membawa kosong bejana hati memulai hari kembali? Berinteraksi dengan orang-orang kembali yang sudah tertakar tabiatnya? 

Bismilllah saja…

S. DIAN ANDRYANTO

Penulis #sayabelajarhidup

Bagikan :

Advertisement