Filologi, Ilmu Pembuka Peradaban (01)

NYALANYALI.COM, Jakarta – Apa itu Filologi? Filologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari kebudayaan suatu bangsa di masa lalu melalui obyek penelitiannya berupa sumber-sumber sejarah yang ditulis dalam naskah kuno. Karena teks yang termuat dalam naskah kuno berupa aksara dan bahasa di masa lalu yang sulit dipahami, maka tak heran sebagian besar orang tak tertarik untuk membaca dan mengkajinya.

Padahal, aksara dan bahasa tersebut adalah ‘saksi sejarah’ yang menyimpan banyak informasi terkait Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang masih sangat relevan di masa kini.

Naskah kuno Nusantara merupakan salah satu bagian dari identitas bangsa Indonesia. Aksara dan bahasanya beragam, misal : Jawa, Sunda, Bali, Batak, Pegon/ Arab, bahkan tak sedikit disisipi Bahasa Belanda. Media tulis naskah kuno dapat berupa lontar/ daun tal, dluwang, bambu/ kulit kayu, kulit binatang, maupun kertas.
Ada banyak naskah kuno tersebar di Nusantara, baik yang telah menjadi koleksi lembaga-lembaga pemerintahan dan swasta, keraton, pondok pesantren, maupun masyarakat. Agar dapat mengkajinya diperlukan ilmu filologi yang mampu membedah isi naskah. Bahkan, dikarenakan begitu pentingnya informasi-informasi tersebut, filologi disebut sebagai ilmu pembuka peradaban.

Gambar 1 : Naskah kuno dalam media penulisan lontar/ daun tal, beraksara & berbahasa Jawa Dokumentasi : google

Naskah kuno memiliki arti penting bagi suatu bangsa, termasuk Indonesia. Karenanya perlu usaha penyelamatan dan mempublikasikan naskah-naskah kuno tersebut untuk kepentingan nasional.

Apa sajakah informasi-informasi penting yang terkandung dalam naskah kuno? Adalah sejarah, ramalan, etika, kepurbakalaan, sosial, bahasa dan sastra, agama dan kepercayaan, filsafat, ilmu gaib/ magis/ keajaiban, kejiwaan, ilmu senjata wesi aji, asmara, kesenian, arsitektur, obat-obatan, ilmu bumi, flora dan fauna, pertanian, primbon, kesenangan dan pertunjukan, tata cara ritual, pendidikan, dan informasi penting lainnya.

Dalam kajian filologis, naskah kuno selain melalui tahapan transliterasi aksara dan terjemahan, yang tak kalah penting adalah apresiasi sastra, dalam budaya Jawa digunakan istilah ‘ngramesi’ atau mencari makna tersirat yang terkandung dalam teks. Banyak pula kode-kode rahasia yang sengaja disisipkan dengan tujuan keamanan informasi. Artinya, leluhur kita memberikan informasi-informasi penting tersebut tidak secara vulgar.

Mereka cenderung menggunakan peribahasa atau ungkapan bersayap dalam menceritakan suatu hal. Misalkan saja kisah klasik dalam Babad Prambanan. Jika Babad Prambanan hanya berhenti di terjemahan saja, yang ditemukan dalam isi teksnya hanyalah seputar dongeng dan mitologi saja. Bahwa Bandung Bondowoso adalah seorang pangeran keturunan raksasa yang berniat mempersunting putri Roro Jonggrang dan berjanji membuatkan seribu candi atas permintaan sang calon istri dalam tempo semalam.

Adakah makna tersirat dari istilah ‘raksasa’? Apakah Bandung Bondowoso ‘membangun seribu candi’ ataukah merancang grand design untuk pembangunan seribu candi dalam tempo semalam? Lantas, siapa sebenarnya sosok Bandung Bondowoso? Seorang arsitek andalkah?

AGUSTIN ARIANI
Filolog

Bagikan :

Advertisement