Demokrasi Lahirkan Budaya Korupsi? Libas Tuntas Hingga Akarnya

NYALANYALI.COM, Opini – Siapa yang tidak kenal kata korupsi, dari anak-anak hingga orang dewasa pasti mengetahui kata korupsi. Konotasinya selalu memiliki makna negatif di dalamnya. Sekian lamanya stigma ini menempel di kepala setiap orang. Namun yang pasti tindakan korupsi ini adalah sesuatu yang buruk, rusak, busuk ada di dalamnya. Henry Campbell Black dalam Black’s Law Dictionary menjabarkan korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud memberikan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas dan hak orang lain.

Perbuatan seorang pejabat atau seorang pemegang kepercayaan yang secara bertentangan dengan hukum, secara keliru menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, bertentangan dengan tugas dan hak orang lain.

Dari definisi di atas telah menunjukkan betapa rusaknya perbuatan korupsi yang mengakibatkan dampak kesengsaraan dan kezaliman di berbagai pihak. Adalah menjadi rahasia umum bahwa korupsi terjadi di berbagai lini. Dari yang skala kecil dalam masyarakat hingga skala besar dalam sebuah negara. 

Menjelang peringatan hari Anti Korupsi Sedunia, tanggal 9 Desember 2020 mendatang, sangat menarik jika kita mengembalikan pada fakta korupsi yang ada di negeri ini. Sejak dimulainya penerapan sistem Demokrasi di negeri ini telah banyak kasus-kasus yang diangkat dan melibatkan oknum partai, pejabat negara, dan masyarakat yang tersistemik.

Demokrasi yang identik dengan “pesta rakyatnya” yang diadakan selama 5 tahun sekali, akan selalu berada pada titik krisis dalam pelaksanaannya. Politik uang yang dilakukan dalam pemilu selalu kentara dan telah menjadi rahasia umum dari tahun ke tahun. Pemilu, Pilkada, hingga pemilihan di level rakyat seperti kepala desa, lurah, RT,RW menjadi korban dampak sistemik demokrasi, dimana pesta ini pastinya membutuhkan biaya besar dalam setiap pelaksanaannya.

Hari ini, korupsi seakan menjadi satu hal yang biasa. Para pejabat negeri yang menjadi koruptor, banyak yang dihukum ringan, bahkan dengan mengembalikan harta yang di korupnya, maka ia akan bebas dengan mudahnya. Padahal hukum terkait kejahatan korupsi ada di negeri ini. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat negara telah mengalami kerugian sebesar Rp39,2 triliun dari praktik korupsi sepanjang semester I tahun 2020.

Jumlah itu terhitung sangat besar jika dibandingkan dengan total denda yang dijatuhkan majelis hakim kepada terdakwa yang hanya berkisar Rp102.985.000.000, serta uang pengganti sebesar Rp625.080.425.649, US$128.200.000 dan SGD2.364.315. Atau sekitar Rp2,3 triliun “Praktis kurang dari lima persen kerugian negara yang mampu dipulihkan melalui instrumen Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana. (cnnindonesia.11/10/2020).

Jika dunia telah mendeklarasikan memerangi tindak kejahatan korupsi di seluruh dunia, lantas mengapa saat ini justru banyak yang menghalangi keadilan dalam menegakkan dan mengungkapkan kasus korupsi tanah air? Benarkah sistem Demokrasi yang lahir dari sebuah ideologi kapitalisme, telah memberi ruang pada kejahatan korupsi hingga menjadi “budaya” sebuah pesta demokrasi? Karena, walau bagaimanapun, tetap kita harus mencari akar permasalahan masalah korupsi, dan menberikan solusi tuntas permasalahan yang tidak sederhana ini. Faktanya, UU yang telah dibuatpun tidak mampu menghlangi oknum-oknum dalam melakukan kejahatan ini. Seakan tidak mampu membuat efek jera bagi pelakunya.

Maka, diperlukan jalan lain dalam mencari solusi efektif, diantaranya menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk bisa melibas tuntas kejahatan sistemik seperti ini. Sebagai masyarakat yang beragama tentu setiap umat di dalamnya diajarkan berbuat kebaikan dan dilarang berbuat kejahatan. Begitupun umat muslim yang menempati mayoritas negeri ini.

Salah satu cara mengikis habis kejahatan korupsi adalah mengembalikan pemikiran umat muslim kepada syariat Allah SWT. Membina kembali kepribadian Islam dengan membentuk tsaqofah yang sesuai dengan koridor ketakwaan. Melahirkan generasi takwa, kokoh dan memiliki pemikiran cemerlang akan menutup ruang korupsi yang ada di negeri ini, dimulai dari individu, masyarakat, dan negara sebagai orang yang memegang amanah rakyat akan selalu berhati-hati dan menghindari perbuatan yang tidak disukai Allah.

Hadis HR Bukhari dan Muslim telah menjelaskan sbb: ”Adiy bin ‘Amirah Al Kindi Radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulul (belenggu, harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat”. (‘Adiy) berkata : Maka ada seorang lelaki hitam dari Anshar berdiri menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , seolah-olah aku melihatnya, lalu dia berkata,”Wahai Rasulullah, copotlah jabatanku yang engkau tugaskan.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,”Ada apa gerangan?” Dia menjawab,”Aku mendengar engkau berkata demikian dan demikian (maksudnya perkataan di atas, Pen.).” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata,”Aku katakan sekarang, (bahwa) barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), maka hendaklah dia membawa (seluruh hasilnya), sedikit maupun banyak. Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, maka dia (boleh) mengambilnya. Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak boleh.”(HR. Bukhari dan Muslim).* Selamat Hari Antikorupsi sedunia, dengan meraih ketakwaan umat agar hidup lebih bermanfaat dengan jalan selamat dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bishawab.     

oleh: DESI RATNA WULAN SARI, Msi.

(Pemerhati Sosial dan Pegiat Literasi)

Desi Ratna Wulan Sari, Msi
Bagikan :

Advertisement