NYALANYALI.COM, Kisah – Kisahnya tak sengaja kudapat. Aki, biasa kupanggil namanya, begitu ceria dan terlihat bahagia dengan hidupnya. Entah dalam batinnya. Kata Aki, dia hanya tinggal dengan istrinya saja. Meski ada anak dan cucu, tapi mereka bukanlah darah dagingnya. Begitu mudahnya ia menyayangi mereka, melebihi orang tua di luar sana yang tak pikir panjang gampang membuang bayi darah dagingnya sendiri.
Saat kutanya tinggal dimana, ia menjawab hanya tinggal di gubuk reyot samping kandang sapi peliharaan tetangganya. Aki sudah cukup senang dan bersyukur ada yang mau mengizinkan mereka tinggal disana, jadi Aki tidak berharap terlalu banyak. Sungguh, ceritanya membuatku menangis diam-diam.
Aki sosok lelaki tua yang mungil, mungkin tingginya tak sampai 150 sentimeter bahkan berat badannya kukira tak sampai 50 kilogram. Ia berkulit gelap dengan sedikit rambut panjang menyentuh tengkuknya. Meski Usianya tak lagi muda, tapi Ia terlihat kekar mungkin karena kerja kerasnya. Biasanya Ia mengerjakan hampir seluruh pekerjaan yang orang-orang minta kepadanya. Jika Ia mampu, Ia lakukan segera. Tak banyak Ia mengeluh, tak ada waktu untuk itu. Istrinya menunggu Ia membawa seliter beras dan sedikit lauk dirumah. Apa yang bisa Ia katakan, jika tak berhasil membawanya?
Tidur beralas kardus bekas, bahkan baju-baju Aki dan Istri pun disimpan di kardus bekas pula. Ketika di rumah banyak kardus-kardus dan tas rombeng yang hendak dibuang, kata Aki jangan dibuang Aki bawa pulang saja lumayan buat ganti alas tidur.
Mulutku mendadak kelu, tak tahu meski berkata apa. Terbayang gubuknya berdinding anyaman bambu dan atapnya bocor karena memakai genteng-genteng yang Aki pungut dari tetangganya. Jejeran kardus bekas dan tungku api dari batu-batu yang berada satu ruangan dengan tempat tidurnya.
“Kalau musim hujan dingin neng, anginnya masuk karena anyamannya jarang. Nyamuk juga banyak hehe” begitu ceritanya sambil tertawa. Aku pun ikut tertawa mendengar ceritanya, meski dalam hati rasanya perih. Terbayang jika Aku dan anak-anak tinggal di tempat yang sama sepertinya.
Ketika dua hari menjelang lebaran Aki datang ke rumah, katanya Aki mau ambil tas yang dulu ga kebawa karena kebanyakan bawaan. Terus kalo boleh Aki mau minjam modal buat jualan cilok, karena 2 hari lagi lebaran Aki belum ada buat beli lauk dan beras. Ya Allah! Semoga Kau mampukan dan berikan kesabaran yang luas untuk mereka.
Aki, adalah salah satu dari sekian banyak orang yang tak beruntung. Yang menjalani hidup dengan keras dan penuh perjuangan. Panas dan hujan tak melunturkan kesetiaannya pada Istri tercintanya, Aki tetap berjuang dengan segala kemampuannya. Aki adalah laki-laki sederhana, yang berpikir sederhana pula. Cukuplah uang buat makan berdua, selebihnya tak lagi Ia pikirkan. Cukuplah ada alas untuk tidur dan terlindung dari angin dan hujan, selebihnya tak lagi Ia risaukan. Bahagia Ia melihat senyum Istri, Cucu dan Anak angkat tercintanya yang senantiasa menjenguknya. Cukuplah itu sebagai pembasuh lelah dirinya.
Gubuk reyot Ia bangun sederhana, tak panas mata Ia melihat kemewahan milik teman sekampungnya. Bertetangga dengan sapi-sapi tak mengapa, asal Ia aman dan nyaman menempatinya. Aki tak risau dengan masa depannya, karena jika Ia mati tak membawa apa-apa. Hanya berbungkus kain putih bersih sederhana ketika Ia kembali nanti padaNya.
Aki dan Gubuk reyotnya, menjadi pengingat diri. Untuk selalu bersyukur dengan apa yang Allah beri. Tak mudah memang menjalani hidup sepertinya, tapi siapa tahu ia lebih bahagia daripada yang dikira kebanyakan orang. Bahagia kadang tak seperti yang terlihat, kan?
DIAN NURDIANINGSIH
Babakan Cikao, Purwakarta, Jawa Barat
Buku #sayabelajarhidup ke-9 Nusantara Berkisah 01 (2018)