AJI Yogyakarta : Pameran Memorabilia Jurnalis Udin

NYALANYALI.COM, Rilis, Yogyakarta – Lima kamera menjadi saksi peristiwa berdarah pembunuhan jurnalis Harian Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin di Dusun Samalo, Patalan, Bantul pada 13 Agustus 1996. Marsiyem, isteri Udin menyimpan rapi kamera lawas bermerk Pentax K1000 keluaran tahun 1976 itu di kamar bagian belakang di rumah kontrakan yang dia huni bersama Udin dan dua anaknya, Zulaika Kresna dan Zulkarnaen Wikanjaya.

Dua orang berbadan kekar dan tinggi mendatangi rumah Udin pada malam penyerangan itu. Menggunakan ikat kepala berwarna merah, satu orang memukulkan sebatang besi sebesar jempol dengan panjang sekitar 50 sentimeter kekepala Udin. Ia ambruk dan koma. Tiga hari kemudian dia meninggal setelah dirawat di Rumah Sakit Bethesda.

Kematian Udin diduga kuat berhubungan dengan tulisan-tulisannya yang kritis, yakni korupsi megaproyek Parangtritis. Menjelang pemilihan bupati baru di tahun itu, Udin menulis upaya Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo memberikan upeti Rp 1 miliar kepada Yayasan Dharmais pimpinan Presiden Suharto. Tujuannya agar Sri Roso kembali menjadi bupati Bantul.

Di rumah berukuran 4×10 meter persegi itulah Udin menghabiskan sebagian hidupnya bersama keluarganya. Rumah ini sekaligus menjadi studio foto untuk menopang kehidupan keluarganya. Empat tahun menjadi jurnalis, penghasilan Udin tak seberapa untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Tahun 1990, Udin memulai usaha studio foto bersama Marsiyem untuk menndapatkan tambahan penghasilan selain sebagai jurnalis. Mereka menangkap peluang jasa foto untuk pernikahan dan ijazah sekolah. Studio foto itu semula milik saudara Udin yang hendak ditutup. Udin kemudian menggantikannya dengan cara menyicil biaya sewa kontrakan.

Studio foto yang mereka beri nama Kresna itu lengkap dengan lima kamera merk Pentax dan alat cuci cetak foto. Nama Kresna diambil dari nama anak Udin, Zulaika Kresna. 

Udin membeli kamera dari hasil menabung selama menjadi jurnalis. Kamera-kamera itu ia beli dari temannya yang juga bekerja sebagai wartawan. Harga kamera itu berkisar Rp 600 ribu hingga 900 ribu.

Dari usaha foto itulah Udin bisa menutup kebutuhan hidup. Marsiyem isterinya bercerita penghasilan mereka per hari Rp 20 ribu. Untuk satu kali melayani jasa cuci cetak foto mereka banderol Rp 700.

Sebagai usaha yang menjanjikan di tahun itu, Udin dan Marsiyem menjalankannya dengan penuh antusias hingga malam nahas itu. Marsiyem bertugas membantu Udin untuk cuci cetak foto dan Udin memotret pelanggan.

Marsiyem menjalankan bisnis itu sendirian sepeninggal Udin hingga 2005. Marsiyem menutup usaha jasa cetak foto karena bisnis ini meredup di tengah perkembangan digital.

Kamera-kamera yang Udin gunakan untuk menopang hidupnya itu menjadi bagian penting yang perlu dikenang. Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta dengan dukungan Aliansi Jurnalis Independen Indonesia menggelar pameran bertajuk Memorabilia Jurnalis Udin untuk memperingati Hari Kebebasan Pers internasional yang jatuh setiap tanggal 3 Mei.

Pameran memorabilia Udin ini sejalan dengan peringatan Hari Kebebasan Pers bertema informasi sebagai barang publik. Udin kehilangan nyawanya dalam mengejar berita tentang kasus korupsi agar publik mendapatkan informasi. Dia memperjuangkan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar.

AJI Yogyakarta bekerja sama dengan Connecting Design Studio, Antologi Collaborative Space, dan IndonesiaPENA menggelar pameran pada 3 hingga 10 Mei sebagai upaya menolak impunitas kasus pembunuhan jurnalis Udin. Seniman Yogyakarta, Anang Saptoto mengkurasi seluruh karya seni.

Selain repro foto 20 benda-benda Studio Foto Kresna, pameran ini juga menyajikan repro kliping media massa kasus pembunuhan Udin tahun 1996, 25 poster linimasa Udin yang sebelumnya diproduksi untuk IndonesiaPENA.

Pengunjung bisa melihat mug dengan desain tentang kekerasan terhadap jurnalis di ruang pamer. Benda-benda peninggalan Udin tersebut penting diketahui publik untuk mengingat kembali jejak perjuangan jurnalis Udin semasa hidupnya.

Ada juga enam poster dan satu video animasi motion graphic karya mahasiswa Desain Komunikasi Visual Institut Seni Indonesia tentang advokasi melawan kekerasan terhadap jurnalis.

Enam poster dan satu video animasi ini hasil respon mahasiswa terhadap kekerasan yang menimpa jurnalis Tempo di Surabaya, Nurhadi saat meliput kasus dugaan suap pajak yang melibatkan bekas Direktur Pemeriksaan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji.

Untuk melengkapi pameran, AJI Yogyakarta menyediakan forum diskusi yang melibatkan isteri Udin, Marsiyem, Koordinator Koalisi Masyarakat untuk Udin atau K@MU, Tri Wahyu KH, pendiri IndonesiaPENA , Masduki, dan mantan redaktur Udin di Harian Bernas, Heru Prasetya. Diskusi berlangsung pada pembukaan pameran, 3 Mei 2021.

Bagikan :

Advertisement