NYALANYALI.COM – Sekitar 35 tahun silam, bersama dua teman kuliah, awak mendatangi rumah Onghokham untuk wawancarainya buat majalah kampus. Sebuah rumah Bali yang asyik diarsiteki putra sosiolog Selo Soemardjan di Cipinang Muara.
Muncul dari dalam rumah dengan berkemeja, Pak Ong langsung ngomel tentang prestasi Universitas Indonesia yang tak memuaskan di matanya. Usai interview, kami semikrolet dengan sejarawan top yang bawa tas kresek.
Semasa mahasiswa itu, awak tak tahu hidup Pak Ong begitu bewarna. Baru lewat biografi yang ditulis David Reeve, “Tetap Jadi Onghokham: Sejarah Seorang Sejarawan”, awak ngeh judul aslinya: “To Remain Myself”.
David sampai mempercepat masa pensiun sebagai dosen sejarah di Australian National University (ANU), Canberra, demi selesaikan buku ini. Bahkan buat tahu berapa lama Pak Ong dibui pada 1966, ia riset selama 4 tahun.
Ia harus meneliti surat-surat Pak Ong kepada sejumlah Indonesianis seperti Ben Anderson, Lance Castles, Ruth McVey, dan sebagainya. Onghokham dipenjara karena teriak “Hidup PKI” pasca Gerakan 30 September 1965.
Musababnya Pak Ong menyaksikan sendiri korban tragedi tersebut dibantai. Trauma yang membuat mentalnya tertekan parah. Onghokham baru sehat kembali sesudah studi doktoral di Yale University (1968-1975).
Barangkali ini buku biografi terbaik tentang orang Indonesia yang pernah awak baca. Banyak kegetiran disebabkan marjinalitas Pak Ong yang Tionghoa, gay, serta ateis. Tapi banyak juga yang lucu sampai awak tertawa.
Berasal dari keturunan pemilik pabrik gula di Jawa Timur, Pak Ong lebih pandai berbahasa Belanda daripada Cina maupun Indonesia. Tapi ia suka sekali nonton wayang sejak kecil, lewati masa penjajahan Belanda dan Jepang.
Tak seperti banyak biografi, buku ini berkisah tentang orientasi seks Onghokham. Hingga hal-hal detail semisal mencari cowok muda di Lapangan Banteng, ketemu pacar prianya di bus, dan lain-lain. Tak lupa hobi masak Ong.
Pun kekasarannya saat mengajar di Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, UI. Atau kesukaan Pak Ong mabuk dalam pesta-pesta hedonnya ala Epicurus. Hidup Pak Ong yang unik, tetap menjadi diri sendiri dalam tekanan society.
Depok, 24 Februari 2025
RAMDAN MALIK