Khoto’an, Kholaka, Afuan

NYALANYALI.COM, Kisah – Menghitung hari saja tinggal, 1 Ramadan tiba, puasa akan menjelang.

Entah sejak kapan, sejak dari nenek neneknya nenek moyang kami, dari keluargaku dan istriku sepekan sebelum Poso itu, kami sudah lekat dengan tradisi ketan, kolak, apem saat Ruwahan atau Punggahan ini

Tiga makanan ini wajib dihidangkan dan dibagikan. Bukan untuk keluarga inti saja tapi juga orang sekitar, kerabat dan tetangga mencicipi bersama. Berbagi maksudnya.

Ketan dan kolak tak sulit rasanya dibuat. Tapi apem, jadi masalah. Karena Mba Nur tukang kue jajanan pasar yang biasanya kami pesan apem itu sudah lama mudik, tak jualan sejak corona ini. Bagi tugas, Buci Urry membuat adonan apem dari resep-resep andalan chef apem di YouTube. Aku ke pasar cari bahan yang belum ada dari pisang tanduk sampai wajan pembuat apem. Wajah dibebat masker, bahkan di tukang pisang masih pakai helem, lupa pula copot helemnya.

Singkat cerita dapur jadi berisik, kali ini ada pe-er buat apem itu. Cetakan yang dibeli di pasar tadi ternyata kurang oke, apemnya jadi lengket. Putar otak cari akal, tak lengkap ketan dan kolak tanpa apem. Ada teplon kecil buat ceplok telur, bentuknya sudah gelap kurang beraturan. Dengan itulah apem dibuat. Satu sampai tiga kurang berhasil, seterusnya puluhan apem buatan sendiri ini plak pluk plak pluk jadi juga.

Sunan Kalijogo dikisahkan pertama yang membudayakan kolaborasi tiga makanan ini. Menjelaskan nilai Islam dalam wacana tradisi Jawa memang tidak serta merta, harus diasimilasi dengan kondisi lokal. Tiga makanan itu memang juga dikenal dalam keseharian masyarakat Jawa.

Kini, ketan kolak apem jadi ada makna lain yang lebih dalam. Pahami maknanya, bukan sekadar rasanya.

Ketan dari khoto’an yang memiliki makna bersih, suci, putih. Masih merujuk bahasa Arab, kolak dari pengucapan kholaka berarti Sang Khalik, Sang Mahapencipta. Dan, apem dari lafal afuan atau pengampunan.

Khoto’an, kholaka, afuan susah disebut dalam lidah orang Jawa, ejawantah menjadi ketan kolak apem.

Selalu mengingat hakikat Sang Maha Kuasa, mengharapkan diri kembali dalam kesucian sembari terus menerus memohon ampunan untuk segala salah dan khilaf.

Seperti jelang Ramadan tahun-tahun sebelumnya, kami membuat ketan kolak apem ini. Tradisi yang lekat dalam darah kami. Mungkin tak dikenal di Arab sana, tapi kami terus membuatnya karena maknanya melintasi batas dan sekat apapun juga.

Ketan, kolak, apem pun telah tersaji bersama doa dan harapan yang tak pernah mati. “Sucikanlah hati, pikiran dan diri kami selalu”.

19 April 2020

S. DIAN ANDRYANTO
Penulis #sayabelajarhidup

Bagikan :

Advertisement