NYALANYALI.COM – Tentu saja kelihatannya sulit, butuh konsentrasi dan waktu yang lama. Tapi, jika sudah mencobanya, tak akan mau berhenti tangan merangkai benang dalam rajutan.
Jarum dan benang saling berkelindan, warna warni dalam lajurnya. Hingga tiba benang terakhir, rangkaian penghabisan. jadilah rajutan dalam bentuk yang diinginkan, bukan hanya taplak, tas pun bisa, sarung tangan jadi juga.
Dan, jangan anggap merajut ini. Bukan saja soal keterampilan semata. Beberapa selebritas luar negeri pun menggemari merajut ini, di antara kesibukan mereka. Penyanyi Demi Lovato, harus terbang berjam-jam ke berbagai negara jika konser, itu membuatnay stres. Aapa yang dilakukannya? Ia merajut sepanjang perjalanan di pesawat. Menurutnya, itu membuatnya rileks dan mampu menghilangkan tekanan dalam dirinya sehingga dapat optimal saat tampil.
Penyanyi dan aktris, Madonna, mengaku memilih merajut sebagai hobinya yang bisa ia lakukan di mana saja, dalam situasi apapun. Menurutnya, merajut mampu melatihnya untuk fokus.
Merajut identik dilakukan perempuan, namun di Amerika, merajut pun dilakukan pria bahkan sebagai terapi. Karena berdasarkan peneltian, merajut sebagai terapi sama baiknya dengan melakukan meditasi ringan. Dilakukan pula untuk menurunkan risiko stres dan depresi, membuat tubuh lebih santai dan mencegah rasa cemas, merajut bisa menurunkan detak jantung dan membuat tekanan darah stabil, bahkan bisa meredakan gejala insomnia.
Jadi, penyuka hobi merajut sudah maju selangkah,dalam diam, meskipun pandemi mereka tak berhenti berkarya.
Titi Soetopo
Wiraswasta / ibu Rumah Tangga – Sidoarjo, Jawa Timur
“Saya sebenarnya ingin memcari pekerjaan saat anak-anak beranjak dewasa dan bisa ditinggal, apalagi setelah mereka punya kesibukan sendiri. Tadinya terpikir mungkin bikin kristik, tapi bikinnya kan harus duduk tekun dan membaca pola, juga ganti-ganti benang.
Kemudian saya mencoba merajut, ternyata kegiatan ini memang paling pas, benang dan hakoen sell bisa dibawa kemana saja, jadi dimana saja merajut bisa dilakukan. Apalagi kalua sudah hapal polanya, kalaupun salah tinggal ditarik benannya.
Mulai bisa merajut kira-kira sejak10 tahun lalu, belajar sendiri saja, awalnya melihat keponakan merajut kok tertarik, terus mulai ikut- ikutan. Karya pertama saya sebuah taplak ukuran lumayan besar. Sekarang ini saya sering ketemu teman-teman sesama penggemar rajut di FB dan WAG, tapi jumpa langsung belum pernah.
Sejak pendemi merajut semakin giat karena stay at home , dan rasanya jadi lebih produktif. Buat saya merajut itu adalah terapi jiwa yang paling indah, apalagi dengan warna warni benangnya. Itu luar biasa . Meski semula ini hanya hobi, sampai ahkirnya bisa menghasilkan, karena banyak teman yang memesan.”
Ayu Kharie
Wiraswasta – Pamulang, Tangerang Selatan
“Saat kelas 4 SD saya ikut kursus merajut satu jarum (crochet). Orang tua mendaftarkan saya ke sebuah sekolah jahit/ modeste yang juga membuka kelas merajut di Semarang. Itu sekitar tahun 1978. Kemudian ketika SMP, saya berhasil merajut empat serbet, kemudian malah diminta guru mengajari teman-teman.
Bukan hal mudah bagi mereka yang masih awam dengan crochet, karena mengait benang lalu mengubahnya menjadi jalinan yang indah benar-benar butuh perjuangan. Walaupun sebenarnya tidak susah-susah amat, namun bagi pemula semua stitches/tusuk rajut nampak sama walau sebenarnya berbeda satu dengan yang lainnya.
Pada 1986, saya mengikuti kursus merajut dua jarum (knitting) dan macramé, di Jakarta. Knitting ternyata lebih simpel dan sederhana caranya dibandingkan crochet, namun saya menyukai keduanya. Hingga kini, tidak terhitung lagi berapa banyak produk yang sudah saya buat.
Satu hal yang tidak pernah saya sadari sebelumnya adalah kenyataan bahwa saya ternyata menyukai proses belajar dan mengajar merajut. Saya bisa meyakinkan para pemula bahwa merajut bukan sesuatu yang sulit. Merajut adalah sebuah bentuk kesenangan.
Kecintaan pada kegiatan merajut akhirnya saya wujudkan dalam sebuah buku yang saya tulis dan diterbitkan pada 2010. Dalam buku ini saya mengenalkan konsep pembelajaran dasar-dasar merajut crochet yang dipadatkan sebagai materi belajar selama tiga hari dengan tingkat kesulitan yang disesuaikan dengan produk yang dibuat.
Merajut adalah salah satu bentuk ‘meditasi aktif’ atau meditasi gerak, dimana kita dengan kesadaran penuh dan fokus mengulang-ulang gerakan, membuat beberapa pola dan bentuk dari benang, hingga menjadi sebuat produk yang indah.
Pandemi tidak menghalangi kegiatan saya merajut. Saya tetap mengajar orang yang mau belajar atau tetap mengisi waktu senggang dengan kegiatan ini.”
Ari Widayati
PNS – Jatiasih, Bekasi
“Berawal dari kegiatan PKK di lingkungan tempat tinggal, di Kelurahan Jatisari, Kecamatan Jatiasih, Bekasi, saya jadi ikut belajar merajut. Awalnya penasaran karena sulit banget hanya untuk buat rantai atau dasar dari merajut. Setelah lulus membuat rantai, berlanjut belajar merangkai. Setelah bisa merangkai, mulai ketagihan membuat hasil karya. Ternyata merajut sangat menyenangkan. Bahkan, bisa melatih konsentrasi biar tak cepat pikun.
Selama pandemi, hobi merajut malah bisa menambah uang belanja. Ada beberapa teman yang pesan dibuatkan tas. Karena saya bekerja, jadi saya kerjakan saat WfH (work from home) atau saat hari libur. Lumayan hasilnya.”
Buku karya Bonita
Bonita M
Ibu rumah tangga – Depok
“Saya mulai merajut sekitar tahun 1990-an, dari usia belum 20 tahun, sekarang saya sudah 48 tahun. Kurang lebih sudah 28 tahun . Saya belajar secara otodidak, dulu biasanya belajar dari buku. Rajutan pertama yang saya buat doily.
Sejak awal saya lihat ini kegiatan yang mengasyikan banget, bisa bikin sesuatu yang bisa di pakai, di pajang, walaupun dimasa itu alat, bahan, dan buku rajut agak susah didapat, gak seperti sekarang.
Semua kegiatan masih saya lakukan selama pandemi ini, gak hanya merajut sih, tergantung mood aja. Sebentar merajut, sebentar menjahit, sebentar buat quilt. Saya pun sudah menulis buku rajutan (crochet) tentang keperluan bayi (baju, topi, slipper), dan satunya buku tentang knitting ada kaus kaki, baju boneka.”
Yulina Achrini
Wiraswasta – Depok
“Saya sudah suka merajut sejak SD. Belajar merajut sendiri saja, tidak ikut kursus.Tapi sekarang ini ikut komunitas di Rajut Kejut . Merajut ini selain buat relaksasi, bagus juga untuk stress healing, membantu meningkatkan konsentrasi, dan tentu saja juga untuk menambah pemasukan
Dimasa pandemi ini merajut tetap jalan terus, selain bikin masker dan tali masker, saya bikin juga hand sanitizer yang botolnya dibungkus rajutan, juga market bag dari rajut.”
Eva
Ibu rumah tangga – Tangerang Selatan
“Pada dasarnya saya sangat menyukai barang-barang etnik. Ketika saya di tawari salah seorang teman saya tas rajutan, saya langsung tertarik dan membelinya, bahkan saya memesan lagi beberapa tas rajut dengan model dan warna yang berbeda.
Kemudian, saya dikenalkan teman kepada komunitas rajutan. Awalnya saya rasa itu bukan gaya saya untuk merajut, karena pasti butuh ketekunan dan ketelitian, tapi semakin hari rasa tertarik saya makin kuat dengan rajutan. Saya coba belajar dari teman saya itu, membuat pouch kecil dan akhirnya berhasil. Saya merasa senang dan bangga dengan hasil pertama saya itu, kemudian rasa penasaran saya timbul lagi, saya harus bisa membuat tas, dan berhasil. Dari situlah saya akhirnya menekuni rajutan ini.
Dari segulung ataupun dua gulung benang mampu menghasilkan produk rajutan yang sangat cantik dengan pola berbagai macam serta warna warni yang indah. Rajutan bisa menjadi pouch, tas, bandana, karet rambut, masker, konektor masker, dompet dan lainya yang apik.
Akhirnya, bidang rajutan ini menjadi salah satu hobi yang menghasilkan buat saya. Karena ternyata banyak orang yang menyukai produk rajutan. Alhamdulillah, sudah beberapa produk rajutan saya dipesan. Pada masa pandemi ini, saya cukup banyak menerima pesanan masker dan konektor rajut. Sehingga walaupun tetap harus tinggal di rumah, saya tetap bisa berkarya dan menghasilkan.”
TIM REDAKSI NYALANYALI, URRY KARTOPATI, LALA WULANDARI