Neighbournomic

NYALANYALI.COM, Opini – Pandemi Covid-19 yang sudah nyaris satu tahun ini mengakibatkan runtuhnya tatanan perekonomian dunia akibat lockdown di beberapa negara yang membuat sektor bisnis hampir sebagian besar terhenti.

Perusahaan yang merumahkan bahkan memutuskan hubungan kerja dengan karyawannya, sebagian tetap mempekerjakan karyawannya dengan pengurangan pendapatan disertai dicabutnya beberapa fasilitas yang pada saat kondisi normal didapatkan.

Hilangnya pendapatan bagi sebagian masyarakat menyebabkan terjadinya berbagai macam kondisi dan berbagai macam cara masyarakat terdampak menyikapinya, ada yang berputus asa dan mengharap bantuan, ada yang mencari celah untuk mendapatkan penghasilan dengan mengerjakan apa saja yang mereka sanggup kerjakan.

Saya akan bahas, kelompok masyarakat tangguh yang menyikapi kondisi ini dengan positif dan kreatif agar dapat survive melanjutkan hidup tanpa belas kasihan pihak lain.

Saya cermati sebuah RW di perumahan tempat kami tinggal, di mana kerukunan warganya sangat kental, akrab dan perhatian terhadap keadaan warga dan lingkungannya.

Seperti yang saya jelaskan tadi, warga perumahan kami juga mengalami dampak yang sama akibat pandemic ini, ada yang bisnisnya tutup, jualan sepi, dan di PHK, tapi ada pula yang masih terus dapat bekerja walaupun dari rumah (work from home) karena ada kebijakan PSBB.

Terinspirasi dari beberapa warga dengan usaha kuliner secara online dari rumah yang ternyata tidak terlalu berpengaruh oleh kondisi tersebut maka fenomena baru terjadi.

Berawal dari chat di grup WhatsApp, RW tempat kami dapat saling komunikasi secara akrab dan juga mendapatkan update mengenai kondisi warga, mulailah pembicaraan mengarah ke solusi untuk mendapatkan penghasilan agar perekonomian keluarga membaik dan dapat melanjutkan kehidupan.

Diskusi dan masukan-masukan antar warga maka mulailah mereka mencoba berusaha di bidang kuliner dan kebutuhan pokok lainnya dengan cutomernya adalah warga RW kami sendiri.

Mereka akan menginformasikan di WhatsApp Group (WAG) apabila ada produk yang siap mereka jual sehingga bagi warga lain yang ingin mulai usaha tidak menjual produk yang sama, hal ini menjadi berkembang sehingga tanpa disadari kebutuhan warga hampir bisa diakomodir oleh warga sendiri.

Bagi warga yang tidak memiliki produk untuk dijual, mereka dapat berperan sebagai reseller atau dropshiper dari dagangan tetangganya (tentunya dengan kesepakatan di antara mereka dengan sistem pembelian dan pembayarannya yang intinya tidak perlu mengeluarkan modal banyak), sehingga semua warga yang terdapat di lingkungan semua dapat terlibat (yang mau dan tangguh menghadapi keadaan).

Tiap warga dapat berperan sebagai penjual produk sendiri dan juga menjual produk  dagangan tetangganya secara bersamaan, dengan demikian omset dagangan menjadi meningkat karena terdistribusi keluar melalui kolega warga yang menjadi reseller, juga pendapatan bertambah dari keuntungan menjual dagangan tetangga.

Dari kegiatan jual beli tersebut tidak jarang terjadi barter di antara mereka seperti apa yang dilakukan nenek moyang kita zaman dahulu.

Suasana lingkungan kami pun jadi berubah, tidak jarang kami melihat tetangga membawa dagangannya untuk diberikan kepada pembeli yang juga tetangga kami sendiri, sehingga yang terjadi adalah mobile market atau pasar bergerak. Penjuallah yang mengantar dagangannya ke konsumen, tidak seperti pasar tradisional terdahulu di mana penjual yang menunggu konsumen.

Jika diibaratkan sebuah negara, apabila perputaran ekonomi bergerak hanya di internal atau local, maka kondisi negara seperti RW di perumahan tersebut yang merupakan miniatur dari sebuah negara, akan menjadi kuat dengan keterlibatan dan kesadaran dari para warganya yang tangguh dan berjiwa juang tinggi untuk survive dari situasi ini.

Reseller diumpamakan sebagai eksportir dalam suatu negara yang akan mendatangkan pemasukan atau devisa bagi masyarakat di RW tersebut, yang ujung-ujungnya akan meningkatan pendapatan RW untuk memelihara lingkungan karena tidak ada lagi warga yang menunggak membayar uang di lingkungan bulanan karena tidak ada penghasilan.

Dari apa yang diceritakan tersebut, kita dapatkan kesimpulan bahwa pada masa sekarang, terjadi banyak perbedaan kepentingan dan pendapat di antara masyarakat Indonesia ternyata budaya Indonesia dengan jiwa gotong royongnya masih kental dan belum punah. Inilah penyebab negara lain yang ingin menguasai alam Indonesia yang ‘seksi’ melakukan segala cara untuk memecahnya. Sayangnya, tidak sedikit bangsa ini –yang maaf — jika saya katakan ‘pemalas ’ dapat dibeli oleh mereka. Di akhir tulisan ini, saya berharap, apa yang dilakukan  warga perumahan di RW kami dapat menjadi inspirasi, contoh dan motivasi kepada bangsa Indonesia di mana pun berada untuk tidak putus asa dan tetap semangat menghadapi kondisi terkini, semoga kondisi seperti saat ini dapat cepat berlalu. Salam gotong royong.

Wira Wangi Arief,
Wiraswasta – Pamulang, Tangsel

BACA:
Fotografi Sebongkah Hobi, Jeprat Jepret itu Mengasyikkan

Bagikan :

Advertisement