Ibu-ibu Di Ujung Bui Karena Lidah Anak Sendiri

NYALANYALI.COM, Kisah – Artija, perempuan 70 tahu warga Gempal, Wirolegi, Jember itu digugat anak kandungnya sendiri, Manisa karena dituduh mencuri batang pohon bayur di pekarangan rumahnya. 


Kejadian pada 2013 itu segera menarik perhatian publik. Hanya karena batang pohon itu, anak kandung tega melaporkan ibunya ke polisi.


***


Sumiati, di halaman pengadilan memeluk Lalan, anak yang melaporkannya. Perempuan 70 tahun, warga Desa Ngablak, Banyakan, Kediri itu tak kuasa menahan tangisnya. Ia memeluk anak lelakinya itu, dan tak henti menangis. Berkali-kali ia meminta maaf pada anaknya.


Persoalan yang tak begitu ia pahami. Surat tanah digunakan anak-anaknya yang lain membuat tanah warisan itu menjadi tergadai. Manalah paham Sumiati persoalan tanah, ada anaknya yang butuh pasti ia ingin membantunya.


“Niat saya bantu anak, tapi apa daya anak saya yang lain menganggap saya tidak adil hingga kehilangan rumah. Saya pasrah,” kata Sumiati yang kemudian tinggal di rumah singgah, tempat para anak jalanan.


***


Nenek Amih alias Siti Rokayah, 85 tahun, seperti tak henti dirundung susah. Setelah 2017 digugat anak dan menantunya sebesar Rp 1,8 miliar. Pengadilan Negeri Garut memutuskan menolak gugatan Yani Suryani anak kandung Rokayah dan suaminya, Handoyo Adianto.

Pemberitaan kemudian terhenti. Namun usaha anak dan menantu menjebloskan Rokayah ke bui terus berjalan. Terhadap keputusan PN Garut, keduanya naik banding ke Pengadilan Negeri Jawa Barat.


Pada 2019, anak dan menantu itu menggugat lagi Rokayah ke dianggap mencemarkan nama baik mereka setelah ibu tua itu diundang ke acara talkshow sebuah stasiun televisi. Rokayah dilaporkan ke Mapolres Metro Jakarta Timur.


Soal tanah waris itu Yani dan Handoyo tak hanya menyeret ibu kandungnya, mereka juga memperkarakan 6 saudara kandung lainnya. Gelap mata sampai ubun-ubun. Harta dunia dikejar sampai ke mana-mana. Retak bersaudara. Restu ibu tak diinginkannya lagi.

***

Inaq Kalsum, 60 tahun, asal Desa Renggegate, Lombok tengah. Mahsun, anaknya menjual warisan Rp 200 juta, ia hanya dibagi Rp 15 juta, dibelikannya motor yang dititipkan di rumah keluarganya. Motor dipakainya bersama salah seorang keluarganya. anak tak terima, Kalsum dilaporkan ke polisi dengan tuduhan penggelapan.

Terkuaklah perilaku si anak pada ibunya. Berkata kasar pada ibu yang melahirkannya menjadi kesehariannya, hingga ringan tangan kepada perempuan yang membesarkannya.


“Dia sering katain saya kotor, ditonjok pernah, dia juga sering menyuruh saya pergi (diusir)” kata Kalsum dalam bahasa Sasak. Berderai, air mata.


“Perasaan sedih, dia anak kandung saya keluar dari rahim saya, hati saya merasa sedih,” kata Kalsum. Sedih diucapkannya, pasti perih hatinya.


***


Artija, Sumiati, Siti Rokayah dan Kalsum. Empat perempuan bersimbah duka di usia senjanya. Bukan karena siapa-siapa. Tapi, karena anak-anak yang dikandung dan dibesarkannya.

Mereka diujung bui dari lidah-lidah anak-anak kandungnya sendiri. 


Ibu-ibu mulia ini diuji di usia rentanya. Tak bisa berbuat banyak lagi, tenaga tak punya, keberanian tak ada, kemampuan tak ada daya. Pasrah saja dijebloskan anak-anak dari rahimnya.


Perempuan-perempuan itu sama semua. Buruknya perilaku anak kepada mereka, mereka tak pernah mendoakan hal buruk kepada anaknya itu. Mereka tak pernah jatuhkan kutuk kepada anak-anaknya itu. Mereka justru mendoakan segala kebaikan bagi anak-anaknya itu sepanjang waktu, di setiap sujud-sujudnya.


“Tiap salat, saya selalu berdoa semoga dia (Yani) mendapat hidayah Tuhan, supaya insaf,” kata Siti Rokayah, lirih.


Ibu-ibu mulia yang dilupakan anak-anaknya, bahwa doanya bisa menggetarkan langit dan semesta hanya untuk kebahagiaan putra putrinya.

13 Juli 2020 S. DIAN ANDRYANTO
Penulis #sayabelajarhidup

Bagikan :

Advertisement