NYALANYALI.COM – Peduli pada kesusahan orang lain bisa menjadi jalan untuk mengasah ” rasa”. Menjadikan senyuman mereka sebagai sumber keteduhan hati. Namun ironisnya, sering penggerak kemanusiaan kehilangan nuraninya.
Ada apa dengan ini?
Saya pernah menemukan organisasi besar menggunakan dokumentasi kami yang sengaja diminta untuk diajukan ke kantor pusat meraka agar mendapatkan bantuan yang lebih besar misalnya untuk dibangunkan rumah karena kami hanya mampu bangunkan toilet.
Eh, ternyata diam-diam dijadikan open donation“. Itu pun karena tak sengaja kami melihat, tak tanggung-tanggung uang ratusan juta terkumpul dan si Mbah, sebagai obyek itu sekalipun tak ditengok. Kami perlu marah dahulu baru Mbah dibangunkan rumah sederhana.
Dan, kasus kemarin lebih parah lagi. Seorang anak “di-open donation” oleh sebuah yayasan lokal secara diam-diam memanfaatkan keluguan keluarga. Di minta tanda tangan di kertas bermaterai agar bisa antar-jemput gratis. Yayasan lokal menggandeng lembaga besar yang biasa pasang iklan “penderitaan” di time line kita.
Tahu tidak, berapa dana yang terkumpul? Rp 200 juta, dan anak ini hanya di beri Rp 5 juta secara bertahap per bulan 1 juta plus susu Indomilk bubuk.
Saya merenung kegiatan kemanusiaan yang tidak lagi menempatkan “hati” sebagai panduan akan mati nuraninya.
Mereka menempatkan “keharuman nama” sebagai tujuan. Manusia sebagai objek pengumpul uang.
Tidakkah kalian takut pada doa orang-orang miskin dengan ujian berat itu. Anak berusia 9 tahun itu tergolek lemah semenjak bayi tak mengenal dosa dunia. Ia kekasih Allah.
Keberkahan akan tercabut dari kegiatan kalian.
7 Mei 2021
AINAL YAKIN – Sidoarjo, Jawa Timur