Kata Hati Para Perawat Pasien Covid-19: Hargailah Profesi Kami

NYALANYALI.COM – Sepuluh bulan sudah, pandemi Covid-19 mewabah negeri ini. Sejak 2 Maret diinfokan pasien positif virus corana pertama, maka virus yang mulai terdeteksi di Wuhan, Cina, dengan cepat menjalar, saling menularkan. Tergopoh-gopoh pemerintah mencoba menanganinya, hingga ini hari. Tenaga Kesehatan, termasuk perawat berjibaku di garda terdepan.

Nani Azna, Dosen Keperawatan Universitas Binawan sejak merebaknya pandemi sampai hari ini bersama ILUNI Fakultas Ilmu Keperawatan UI masih terus menggalang donasi kepedulian untuk para perawat yang menjadi garda terdepan penanganan Covid-19. Berbagai kegiatan dilakukan, mengumpulkan berbagai kebutuhan yang dibutuhkan perawat dalam menjalankan tugas-tugasnya. Barang-barang yang sangat berarti bagi para perawat dalam tugasnya, mulai faceshield hingga kaos kaki dan plester luka dari berbagai pihak untuk diserahkan kepada beberapa rumah sakit.

Dan, kabar duka terus berdatangan. Berdasarkan data Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dari Maret hingga Desember 2020 ini, terdapat total 342 petugas medis dan kesehatan yang wafat akibat terinfeksi Covid-19, terdiri dari 192 dokter, 14 dokter gigi dan 136 perawat.

Untuk para dokter yang meninggal dunia tersebut terdiri dari 101 dokter umum (guru besar), dan 89 dokter spesialis (7 guru besar), serta 2 residen yang berasal dari 24 IDI wilayah provinsi dan 85 IDI cabang kota/kabupaten.

Dan, beginilah suara perawat yang bertugas di rumah sakit beberapa daerah. NyalaNyali.com memberikan ruang kepada pahlawan-pahlawan ini  mengungkapkan kata hati dan harapan mereka:

Retno P
Perawat RS Cipto Mangunkusumo (RSCM)

“Saya perawat yang sehari-harinya bertugas di HCU (High Care Unit-Red). Saat jumlah pasien karena pandemi Covid mulai bertambah dan kapasitas rumah sakit infeksi mulai berkurang akhirnya rumah sakit tempat saya bekerja membuka layanan khusus Covid. Sehingga kami perawat secara bergiliran ditugaskan di ruangan tersebut. Tak terkecuali saya pun mendapat tugas tersebut.

Tantangan yang ada pada waktu itu adalah kami harus bertugas di saat bulan Ramadan. Kami berbuka puasa tiga sampai empat jam lebih lama dari biasanya. Di saat orang lain sudah berbuka, kami tidak bisa segera berbuka karena pakaian dinas yang kami kenakan saat itu (hazmat). 

Selain itu adanya anggapan masyarakat sekitar bahwa tenaga kesehatan pembawa virus, keadaan dimana kami harus berjauhan dengan keluarga tercinta selama bertugas di ruang isolasi juga merupakan hal yang membuat kami sedih. Tetapi, sebagai tenaga kesehatan, saya sadar, saya harus siap dalam keadaan apapun. 

Pandemi ini harus dihadapi dengan keyakinan bahwa kami semua bisa melalui ini dengan baik. Tentunya jika ingin pandemi ini segera berakhir, ini bukan hanya merupakan tugas tenaga kesehatan saja. Peran masyarakat pun sangat besar, dengan adanya kesadaran diri dari masyarakat akan bahayanya virus ini maka saya berharap masyarakat selalu menerapkan protokol kesehatan. 

Dan saya berharap pemerintah benar benar serius dalam menangani pandemi ini dan dampak yang ditimbulkannya.”

Julham Mubarak
Perawat RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo

“Saya Julham perawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, saya saat ini berkerja di ICU Kiara Ultimate, Kiara ultimate merupakan Unit khusus yang di bangun untuk menangani pasien COVID 19, saya sudah 2 bulan bekerja di sana. Perasaan cemas serta takut selalu menyelimuti saya dan teman yang bekerja d isana karena kami langsung kontak dengan penderita Covid-19, walaupun menggunakan APD, kekhawatiran kami selalu muncul terutama ketakutan untuk menularkan virus ke keluarga dan lingkungan sekitar. 

Stigma negatif dari masyarakat yang menganggap tim medis adalah pembawa virus turut menambah beban kami. Apa lagi ketika mendengar teman yang sama bekerja di unit Covid-19 justru terinfeksi Covid-19. Namun saya dan teman-teman yakin dengan mengikuti SPO yang ada dan bekerja dengan hati yang senang serta ikhlas kita akan dapat terhindar dari virus tersebut. Saya yakin  Allah SWT akan selalu melindungi kami untuk memberikan perawatan yang terbaik bagi pasien kami.

Harapan saya semoga dengan adanya pandemi ini masyarakat dan pemerintah lebih menghargai profesi kami serta tidak menganggap perawat bukan bagian terpenting dari proses penyembuhan pasien. Karena kami, para perawat akan selalu menolong memberikan yang terbaik untuk pasien kami.”

Siti Aulia
Perawat RSUD Langsa, Nanggroe Aceh Darussalam 

“Saya perawat RSUD Langsa. Saat ini saya bertugas di ruang IGD PIE (Gedung Instalasi Gawat Darurat Penyakit Infeksi Emerging-Red). Saya sudah bertugas di PIE sejak awal ruangan ini ada, sejak awal pandemi di kota Langsa mulai muncul.

Menjadi perawat di era pandemi merupakan hal yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Saya dan teman-teman, kami berangkat bekerja setiap harinya dengan perasaan cemas dan takut. Kami takut jika kami menularkan keluarga kami di rumah. Bahkan dengan APD lengkap sekalipun, kemungkinan kami tertular dan menularkan tidak bisa dipungkiri. Belum lagi pandangan masyarakat terhadap kami para tenaga medis yang mereka anggap membawa virus.

Isolasi sosial juga menjadi beban batin buat kami dan keluarga. Yang lebih menyedihkan lagi, banyak masyarakat yang mengatakan bahwa Covid-19 ini hanya permainan RS dan petugas medis untuk menghasilkan uang. 

Mereka mengolok-olok kerja kami, profesi kami, harga diri kami. Padahal uang yang katanya begitu banyak buat kami, tidak lah sebesar yang digembar-gemborkan dan dengan proses yang begitu panjang dan lama. 

Kami tawakkal, Allah Swt saja penolong kami. Harapan kami, semoga profesi kami lebih dihargai, baik secara finansial maupun secara sosial. Karena, dengan ataupun tanpa pandemi, kami para tenaga medis tetap akan ada di sini, di garda depan, untuk melayani masyarakat yang membutuhkan.”

TIM REDAKSI NYALANYALI

Bagikan :

Advertisement