NYALANYALI.COM – Sejak semalam, hingga siang ini, saya membaca beberapa warta dan menonton berita di televisi tentang aksi demonstrasi yang berakhir kerusuhan di kitaran Bawaslu dan Tanah Abang.
Media telah mengulas dengan berbagai angle. Berbagai peristiwa dari kejadian beberapa jam ini. Sayang, beberapa di antaranya tidak berimbang. Prinsip cover both side dalam jurnalistik modern dilanggar.
Narasumber utama adalah aparat keamanan, yang punya bekal undang-undang menjalankan tugas pengamanan. Sisi lainnya, pengunjuk rasa tidak atau belum berhasil di wawancara, apa motifnya, bagaimana mereka nekat bentrok dengan aparat, dari versinya bagaimana muasal bentrokan itu, dan seterusnya.
Apa boleh buat, karena kecepatan berita harus segera tayang meski dengan satu arah sumber. Walhasil, bermunculanlah istilah perusuh, provokator, aktor intelektual, penunggang gelap yang berhamburan.
Stigma itu segera muncul karena sumbernya hanya satu arah saja. Jika produk jurnalistik hanya dengan satu sumber saja, maka kurang lengkaplah strukrur berita itu sebagai produk media yang menjunjung keberimbangan. Perlakuan adil terhadap semua pihak yang menjadi objek berita jadi tidak terpenuhi. Akibatnya bisa terjadi trial by the press. Tapi saya penulis pinggiran terlalu jauh ngomongin ini.
Sekali lagi, jika cover both side tidak terpenuhi, maka produk jurnalistiknya gagal. Kecuali, itu memang advertorial.
22 Mei 2019
S. DIAN ANDRYANTO
Penulis #sayabelajarhidup