NYALANYALI.COM, Kisah – Dharsono yang berarti memiliki sifat-sifat ketuhanan adalah nama yang diberikan orangtuanya, kepadanya. Ia adalah salah satu orang sakti dalam hidupku karena darahnya mengalir dalam tubuh ini. Aku sangat bersyukur menjadi manusia yang selalu disebutnya dalam doa.
Ia lahir pertama dari 9 saudara lainnya pada 2 Januari 1955, beliau tumbuh menjadi pribadi tangguh dan sabar untuk merawat adik-adiknya. Sebagai teladan dan baktinya, semenjak sekolah dasar membantu meringankan beban orang tuanya. Menjaga sawah sepulang sekolah, menemani ibu di hari minggu menjual hasil panen ke pasar, hingga menjual rokok di perempatan jalan sampai adzan maghrib berkumandang ia jalani tanpa berkeluh kesah. Belajar dengan giat tetap dijalankan meski banyak hambatan. Masa kecil yang penuh dengan perjuangan nampak dari kebijaksanaannya menjalani hidup di masa sekarang.
Gelora masa remaja ia isi dengan aktif menggerakkan organisasi, berbagai pelatihan hingga beasiswa sampai S2 bisa ia raih. Berpegang teguh pada apa yang selalu diimpikan oleh orang tuanya agar kelak menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama, tercermin dari apa yang dilakukannya sepanjang usia.
Di perjalanan hidupnya ia selalu membagikan ilmu yang dimilikinya kepada siapapun yang ditemuinya. Selain menjadi dosen, guru, ia mengajar taman pendidikan Al Quran, drum band, membina koperasi, dan mengetuai berbidang organisasi dalam masyarakat, keagamaan, seni budaya, atau institusi pendidikan.
Banyak hal yang dilakukannya cenderung pada bidang yang nonprofit, hal ini semata murni ingin merealisasikan menjadi manusia berguna. Salah satu hal yang sangat melekat dalam ingatan masyarakat dusun Wiyoro Lor tempat di mana kami tinggal di tahun 90an, Bapak mengajarkan anak-anak kecil hingga remaja untuk mengumpulkan blek (kaleng roti), galon, dan besi bekas untuk dibuat marching blek berbekal pengalamannya saat tergabung dalam Marching Band Sampoerna semasa aku masih bayi dahulu. Dari situ warga mendapat keterampilan baru sampai bisa tampil ke berbagai acara dan saat ini kemampuan itu sudah turun temurun ke generasi berikutnya.
Melalui kegiatan itu warga bisa bahu membahu membuat maskot, belajar koreografi, meningkatkan kualitas alat menjadi drum band, displin saling latihan, akhirnya roda organisasi masyarakat berputar mandiri. Tak hanya itu, berbagai tradisi yang menambah guyub dan semangat persatuanpun terjaga.
Pada usia purna tugasnya kini, ia masih bersikukuh keliling mengajar drum band ke berbagai daerah. Setiap upacara 17 Agustus ia konsisten menjadi peniup terompet dan menjadi komandan upacara pada peringatan kenegaraan lainnya. Cintanya kepada Indonesia ia tunjukkan dari apa yang bisa ia sumbangsihkan. Dengan apa yang dilakukannya, banyak orang yang ingat dan menyayanginya.
FITRIANA NURINDAH KUSUMADEWI (SIBOB)
Buku #sayabelajarhidup ke-11: Nusantara Berkisah 02: Orang-orang Sakti (2019)