NYALANYALI.COM, Kisah – Babe, sapaan akrab kami semua kepadanya. Pak Bejo atau Mbah Joe adalah penjual rokok depan sekolah semasa putih abu-abu 2007 kawasan Babarsari, Depok, Sleman. Di rumah warungnya berukuran sekitar 2×3 meter, bersekat triplek, bertopang bambu yang berdiri di atas pekarangan subur akan ilalang.
Di sana beliau tinggal bersama istri dan ke-3 anaknya. Menjadi tujuan setelah bel pulang sekolah dibunyikan, tempat kami biasa berkumpul mengenal lebih akrab kakak dan adik kelas. Sekedar bercanda atau berbagi cerita kami lakukan sehari-hari di depan lapaknya. Dia menerima dan menemani kami di saat apapun suasana hati.
Keluh kesah dan curahan hati selalu ia dengarkan dengan seksama, meski terkadang solusi yang diberikannya sederhana tapi setidaknya membuat kami lega. Usianya yang lebih dari setengah abad membawa semangat tersendiri bagi kami untuk mencontoh kegigihannya dalam bekerja. Ia mengusahakan apapun untuk mencukupi kebutuhan keluarga terutama sekolah putri bungsunya.
Selain menjual rokok, es dari berbagai minuman sachet, menambal ban, hingga menyewakan sebagian lapaknya untuk iklan jasa sewa pick up. Pundi-pundi halal ia perjuangkan di tengah hiruk pikuk padatnya persaingan usaha di kota Yogyakarta. Pekerjaan dan keberadaannya sering diremehkan dan dipandang sebelah mata oleh orang sekitar.
Duduk berdua bersama istri tercinta adalah agenda tiap sore yang dilakukannya. Jika digambarkan, mungkin keluarganya jauh dari kata serba ada tapi nampak raut muka yang bahagia.
Senja selalu menjadi saksi mesranya mereka, aku membingkainya dalam ingatan dari seberang gerbang sekolah. Kehangatannya seperti saudara, bahkan di kala masalah di rumah membuat tak betah aku memilih bermalam di pick up yang terparkir depan warungnya. Ia selalu memberikan bantuan tanpa mengharap kita kembalikan. Nasihatnya selalu membawaku ingin segera dewasa dan tumbuh menjadi orang yang berguna nan berbakti pada orangtua. Dari mereka #sayabelajarhidup pahit manisnya mengusahakan kehidupan.
Setiap 31 Desember sebelum tahun berganti aku selalu mengajak yang lainnya memberi kejutan ulang tahun Babe, kebahagiaannya pernah kulihat dari tetesan air mata yang tak bisa dibendungnya. Mungkin terdengar suatu hal biasa, tapi baginya meniup lilin dan didoakan banyak orang adalah hadiah yang sangat luar biasa.
10 Februari 2011 pukul 2 pagi kutemuinya terbaring di kamar sebuah rumah sakit, kulihat istri dan anaknya terlelap menunggui di sampingnya. Aku tak paham jika saat itu akhir dari pertemuan kami, dua jam setelah kutinggalkan ia dikabarkan berpulang.
Berbalik air matakulah yang tak terbendung saat mengantar ke pusara dan kubaca tanggal kelahiran yang berbeda pada nisannya. Dari istrinya kutahu bahwa ia tak ingin mengecewakan kami yang telah menganggapnya lebih dari sekadar ada. Setahun berikutnya di tanggal yang sama sang istri menyusul terbaring kaku tepat di samping makamnya. Betapa abadinya rasa yang mereka miliki, hidup bukan melulu tentang materi tapi bagaimana bisa membawa arti.
FITRIANA NURINDAH KUSUMADEWI (SIBOB)
Buku #sayabelajarhidup ke-11: Nusantara Berkisah 02: Orang-orang Sakti (2019)