NYALANYALI.COM – Seorang manajer Microsoft, John Wood, meninggalkan lingkungan dan identitasnya sebagai profesional kelas elit dan membuka Room to Read, suatu organisasi nirlaba yang memberikan kesempatan kepada anak-anak agar dapat memiliki dan membaca buku serta mengupayakan ketersediaan perpustakaan di berbagai penjuru dunia.
Apa yang dilakukan Eka Putra Wirya mungkin menjadi contoh yang menunjukkan pentingnya keberanian melintasi batas-batas sosial, etnis atau agama. Garis hidupnya sudah ditentukan menjadi pebisnis yang Tangguh. Tanpa menonjolkan diri, dengan tekun Eka menyemplungkan dirinya di dunia olahraga catur di Indonesia. Walaupun tidak pernah menjadi ketua pengurus, masyarakat mengenali dampak keterlibatan dan pengabdiannya. Eka turut membuat momen-momen bersejarah olahraga catur untuk negeri ini.
Dewan Pembina PB Percasi ini menyadari, bahwa olahraga catur tidak populer di mata masyarakat Indonesia, ketika ia memperoleh gelar master catur pada 1983. Di dunia, prestasi Indonesia juga belum dapat dibanggakan. Namun passion sosok ini dalam olahraga catur selama bertahun-tahun mendorongnyan memfasilitasi para pecatur Indonesia mencapai jenjang prestasi tertinggi.
Eka menyiapkan pembinaan pecatur dengan metode ilmiah. Pada 1993, Sekolah Catur Utut Adianto (SCUA) mulai dibangun. Pendanaan besar tentu ia butuhkan. Mulanya, Eka yang masih bekerja di perusahaan ayahnya yang kini berkembang menjadi Ekatama Group, mencoba meyakinkan ayahnya untuk ikut membiayai pengembangan catur di Indonesia. Ayahnya menyetujui karena Eka membuktikan kerja kerasnya dapat berbuah positif. Sementara itu perusahaan ayahnya semakin maju.

Salah satu kebahagiaan Eka atas pencapaian di dunia catur adalah ketika Utut Adianto yang ia dukung dan bina menjadi Grand Master Super yang diperhitungkan di dunia, bahkan dapat bermain remis malawan Anatoly Karpov, sang legenda dunia catur. Maka, kembali dunia catur bergairah.
Selama 27 tahun Eka melakukan apa yang tidak mudah dengan konsisten. Identitasnya yang diingat orang adalah pengabdi dunia catur Indonesia, bukan sebagai Chief Executive Officer (CEO) Ekatama Group, dan bukan sebagai pebisnis dari kalangan Tionghoa. Padahal, ia berkecimpung saat warna segregasi Orde Baru masih kuat.
Eka berani melangkah keluar menerobos sekat etnis dan kelas sosial demi pengabdiannya kepada bangs aini. Oleh karena itu pada 2019, ia dianugerahi penghargaan Life Time Achievement dari Seksi Wartawan Olahraga PWI. Kini, Indonesia memiliki Utut Adianto yang memperoleh Grand Master Super, Susanto Megaranto Grand Master, Irene Kharisma Sukandar dan media Warda Aulia menjadi Woman Grand Master.
Dicuplik dari Buku “Berani Berubah” karya Robby I. Chandra – BPK Penabur (2020)
BACA
Irene Kharisma Sukandar (01): Saya Terlalu Mencintai Permainan Ini
Irene Kharisma Sukandar (02): Tabungan dari Catur, Saya Kembalikan ke Catur