Bersebelas Terpapar Covid-19, Kekuatan Cinta Obat Paling Mujarab

NYALANYALI.COM, Penyintas Hebat – Hebatnya penyebaran masif wabah Covid-19, bagi sebagian masyarakat seakan tidak masuk diakal. Beramai-ramai masyarakat melakukan kegiatan dan acara-acara yang menghasilkan kerumuman yang banyak. Mungkin benar, virus Covid-19 tidaklah terlihat. Bahkan seperti tidak nyata, sehingga aktifvtas terus berlanjut dengan mengabaikan protocol kesehatan yang ada.

Sebagai suami dan kepala rumah tangga, tentu menjadi sebuah keharusan untuk terus mencari nafkah. Dan di tengah-tengah penularan yang yang cepat. Kebijakan-kebijakan negara saat ini belum mampu menekan gelombang penularan virus selama ini. Para pekerja tetap diwajibkan untuk terus bekerja, salah satunya di lapangan dan perkantoran.

Alhasil, di pertengahan Desember 2020, suami mengalami demam, batuk hebat, dan kondisi tidak enak badan selama 3 hari. Kami tidak menaruh curiga apapun, pikirku pasti karena kecapekan akibat pekerjaan yang cukup padat. Tiga hari kemudian, aku berencana membawa keluarga ke sebuah restoran di daerah Sentul. Bersama kakak ipar perempuan, keponakan, anak, dan ayah mertua ingin menghabiskan waktu bersama keluarga. Alih-alih bahagia bersama, tetapi justru satu persatu kondisi badan anggota keluarga mulai mengalami perubahan.

Sebelas anggota keluarga postif Covid-19, dari yang paling tua, ayah mertua 78 tahun sampai anak yang paling kecil berusia 7 tahun. Terpaparnya kami sekeluarga beragam adanya, ada yang OTG (orang tanpa gejala), ada yang bergejala, dan ada yang sedikit parah. Kami menyadari terpaparnya kami karena suami yang kerap kali pergi ke kantor. Bahkan sering melakukan perjalanan dinas. Padahal bekerja di perusahaan yang cukup besar, pasti memiliki protokol kesehatan baik dan ketat. Tes Covid-19 setiap dua minggu sekali pun rutin dilakukan.

Qadarullah, karena Allah jualah kami pun harus bersabar menerima takdir, menerima virus ini dan memulai satu fase kehidupan baru bagi kami sekeluarga. Bersyukur saat itu, putri kami, Malika (9 tahun) dan putra terkecil Fatih (7 tahun) terpapar hanya OTG,  gejala yang dialami hanya demam beberapa hari saja, setelah itu, terlihat nampak normal kembali.

Walau hasil tesnya masih positif. Justru bagiku, yang sedikit mengkhawatirkan adalah pada kondisi suami, kakak ipar perempuan dan ayah mertua yang mengalami tanda-tanda terpapar yang cukup membuat semangat, dan pikiran mereka down karena sakit yang dirasakan.

Lemas, pusing, sakit kepala, flu, diare, penciuman hilang, tidak nafsu makan, tidak bergairah dan kerap kali mendengar keluhan kakak ipar dan ayah mertua dengan ucapan yang membuat aku merasa sedih mendengarnya. Intinya, mereka butuh disemangati. Mereka butuh mengubah pemikiran mereka pada setiap hal menjadi positif. Tentunya dengan konusmsi obat-obatan, asupan vitamin dan makanan yang benar-benar diperlukan untuk menaikkan imun tubuh, seperti buah-buahan, sayur, susu, vitamin A sampai Z, hingga berbagai herbal alternatif pun kami jalani, demi meraih kesehatan yang kami rindukan.

Foto Dok. Desi Wulan Sari (ketiga dari kiri)

Alhamdulillah, kesabaran kami, kerja sama kami dalam anggota keluarga membuahkan hasil yang baik. Berangsur-angsur kondisi kami mulai teelihat membaik.

Hampir dua bulan, itulah waktu yang kami butuhkan hingga masa penyembuhan. Rasa syukur kami rasakan saat memiliki tetangga, teman, dan orang-orang yang menyayangi kami. Atas bantuan dan uluran kasih sayang mereka, proses penyembuhan kami semakin terasa. Dukungan dan perhatian, serta pikiran positif yang diberikan membuat kami merasa tidak sendirian menghadapi masa kritis ini.

Bagiku, pengalaman ini membuatku tersadar bahwa nikmat sehat itu luar biasa mahalnya. Menghadapi Covid-19 seakan membawa pikiran kita pada kematian. Antara siap dan tidak siap, saat kesebelas anggota keluarga kami, apakah salah satunya akan dipanggil Allah? Tetapi, Allah lebih mengetahui takdir  bagi hambanya. Alhamdulillah, kami diberikan kesehatan kembali. Tes-tes yang kami jalani akhirnya menunjukkan tanda negatif.

Kebahagiaan bagiku. Saat melihat ayah mertua yang berusia lanjut, 78 tahun dan kakak ipar perempuan yang berusia 49 tahun dengan sakit bawaan gangguan kelenjar tiroid yang dideritanya, membawa kekhawatiran hebat bagiku saat itu. Alhamdulillah, mereka pun sembuh, walaupun lebih lama waktunya dari aku dan anggota keluarga yang lainnya.

Inilah hikmah yang kami dapat. Takdir adalah ketentuan Allah yang tidak mampu kita hindari jika sudah menjadi kehendaknya. Dan virus Covid-19 yang banyak orang tidak mempercayai, nyatanya telah kami alami sebagai kluster keluarga, “Percayalah!” virus itu ada dan nyata.

Jangan sampai sakit dahulu baru tersadar akan keberadaan virus pendatang baru yang kita sendiri belum memiliki obatnya. Namun, dari semua itu, yang paling penting dan tidak boleh ditinggalkan adalah “Pikiran Positif dan Semangat” dari penderita juga perhatian dan motivasi dari orang-orang terdekat adalah kunci utama kesembuhan para pasien Covid-19. Faktor psikologis menjadi sebab terbesar kematian atas wabah ini, karena turun naiknya imun (kekebalan) tubuh seseorang yang berbeda satu sama lain, akan berpengaruh pada pemikiran dirinya di saat sedang menghadapi sakit terpapar wabah Covid-19.

Ucapan syukur bagiku dan keluarga, ikatan kami semakin kuat karena kami telah sama-sama berjuang mengahadapi wabah ini. Kekuatan cinta dan kasih sayang kami satu sama lain telah memberi harapan sembuh dan menikmati hidup dengan kesadaran akan pentingnya arti “Sehat” bagi kami.

DESI RATNA WULAN SARI
Penulis, Penyintas Covid-19 Klaster Keluarga di Bogor

Bagikan :

Advertisement